Jejamo.com, Pesawaran – Pada dasarnya upaya peningkatan produksi pangan disesuaikan dengan kondisi yang mendukung adanya produksi pangan tersebut. Selain pada jenis tanaman yang digunakan dan lahan yang tersedia, musim juga berpengaruh besar dalam upaya produksi pangan itu sendiri.
Sebagai salah satu negara tropis di dunia, Indonesia hanya memiliki dua musim saja sepanjang tahun. Kedua musim tersebut yakni musim hujan dan musim kemarau. Maka pengendalian air demi terjaganya kualitas dan kuantitas pangan perlu dilakukan.
Ketersediaan air di kala musim kemarau yang notabene sangat minim perlu diatur penggunaannya. Demikian juga pengendalian air saat musim hujan datang agar lahan pertanian tidak rusak karena banjir.
Bendung Argoguruh 1935 adalah bangunan berupa bendung (stuwdam) di sungai Way Sekampung untuk memenuhi kebutuhan suplai air irigasi Sekampung Sistem. Guna menyalurkan air irigasi dari Bendung Argoguruh ke areal sawah yang berada di seluruh daerah irigasi yang ada di Sekampung Sistem, maka dibangunlah jaringan irigasi dan bangunan pelengkapnya yang mampu mengairi areal baku seluas 76.006 hektare dan areal fungsi 55.373,50 hektare.
Bangunan Bendung Argoguruh 1935 dirancang oleh Ir. Wehlburg yang berasal dari Departemen Pertanian masa kolonial. Nama Argoguruh sendiri disebut berasal dari kata “Argo” memiliki arti bukit, gunung, atau diasosiasikan tempat yang lebih tinggi, dan “guru atau juru” ditujukan kepada seseorang yang dianggap telah menemukan lokasi strategis di mana lokasi bendungan ini dibangun.
Pembangunannya diperkirakan memerlukan biaya sebesar 900.000 NLG untuk pembangunan 30.000 konstruksi, dengan rincian biaya 30 NLG per konstruksi.
Pada 1936, pembangunan Bendung Argoguruh selesai dibuat sekaligus dilakukan pembukaan pintu air untuk pertama kalinya. Peresemian bendung untuk keperluan irigasi dilakukan oleh Gubernur Jenderal dan Ny. Tjarda Van Starkenborgh. Keduanya memiliki minat pribadi terhadap wilayah koloni Sukadana yang ditunjukkan dengan kesediaannya untuk membuka peresmiaan tersebut.
Seiring dengan perkembangan waktu, kondisi perubahan tata guna lahan di wilayah Bendung Argoguruh, juga kondisi sosial budaya ekonomi masyarakat sekitar, maka suplai dan kebutuhan akan air irigasi guna mengairi areal sawah yang berada di seluruh daerah irigasi yang ada di Sekampung Sistem ikut mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Perubahan kondisi ini menyebabkan penurunan debit sungai yang berdampak pada pengeluaran air irigasi melalui Bendung Argoguruh sehingga terjadi ketidakseimbangan antara air yang masuk dan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, diperlukan analisis keseimbangan air pada daerah irigasi Sekampung Sistem dalam memenuhi keseimbangan antara ketersediaan air dengan kebutuhan air pada daerah irigasi tersebut.(*)