Jejamo.com, Bandar Lampung – Transaksi seks alias bisnis esek-esek di kompleks PKOR Way Halim Bandar Lampung bukan isapan jempol. Penelusuran jejamo.com selama beberapa malam membuktikan kalau “bisnis lendir” di wilayah itu memang terjadi.
Praktik itu dilakukan sejumlah perempuan yang berada di kafe atau karaoke sebagai pemandu lagu atau PL. Tempat transaksi kafe atau warung itu semuanya temaram alias remang-remang.
Transaksi seks mulai berlangsung pada pukul 21.00. Ini “jam resmi” mulai beroperasinya warung remang-remang dan kafe yang menyediakan layanan karaoke.
Setiap kafe umumnya dihuni 3-5 pemandu lagu. Jika tamu bertambah, jumlah pemandu lagu juga bertambah.
Makin malam, suasana karaoke makin hot. Awalnya musik diperdengarkan dan pelanggan mulai bernyanyi. Namun, makin larut, musik berubah bak irama di tempat disko atau diskotek.
Aroma minuman beralkohol tercium pekat di ujung hidung jejamo.com. Para tamu mulai berjoget dengan asyik.
Di sini, terdapat puluhan warung remang-remang. Kafe karaoke dan warung remang-remang “dibagi” dalam dua kelompok besar: timur dan selatan stadion.
Bagian timur kerap dirazia petugas karena dianggap liar, sedangkan di bagian selatan dianggap “resmi” beroperasi oleh oknum aparat yang diduga diberikan imbalan oleh si empunya usaha karaoke.
Teteh (nama panggilan) penghuni warung remang-remang asal sebuah wilayah di Jawa menuturkan, untuk sekali kencan atau lazim dikenal short time, perempuan-perempuan itu mematok Rp400 ribu.
“Ya tergantung nego juga. Bisa harga turun menjadi Rp300 ribu. Duit segitu nanti kita kasih ke pemilik warung Rp100 ribu sebagai uang setoran jasa tempat. Tapi sebelum datang ke warung, tamu bisa pesen juga kok,” ujarnya.
Teteh yang juga mengaku instruktur senam salah satu tempat kebugaran di Bandar Lampung itu menjelaskan, penghasilan yang diperoleh sebagai pemandu lagu tidak sebanding dengan jam kerja yang dilakoni hingga larut malam. Dalam semalam, jika murni memandu lagu, hanya Rp50 ribu yang masuk kocek.
“Lumayan cari tambahan pemasukan keuangan. Ya meski enggak seberapa gede, bisa buat belanja harian. Tapi kalau tamunya ramai, ya lumayan dapat uang tambahan dari pengelola kafe,” lanjutnya.
Informasi yang dihimpun jejamo.com, beberapa oknum aparatur negara juga menjadi beking dalam bisnis ini.
Dalam sebulan, biaya yang harus dikeluarkan pengelola warung untuk alasan “uang keamanan” kepada oknum aparat sebesar Rp1 juta.
Penelusuran jejamo.com, ada 3 sampai dengan 4 orang oknum aparat yang datang saban malam sekitar pukul 22.00. Seorang pemandu lagu mengakui adanya perlindungan dari oknum aparat.
Sumber jejamo.com mengatakan, ada enam kafe yang setiap bulan mengeluarkan duit Rp1 juta untuk uang keamanan. “Salah satu kafe ya tempat bos saya,” ujar pemandu lagu itu.
“Ya memang aman sih kalau kita dijaga sama aparat. Kalau ada yang ribut ribut, aman. Selain itu, enggak pernah dirazia. Warung di bagian lain stadion, sering kena razia sama aparat. Mereka biasanya datang jam sepuluh malam sampai jam dua belas. Habis itu gantian jaga sama yang lain,” ujarnya.
Dia menuturkan, sejak dibekingi, tempat usahanya aman-aman saja.(*)
Laporan Sugiono, Wartawan Jejamo.com