Jejamo.com – Kombes Budi Waseso kembali menegaskan peran serta anggota Lapas dalam sejumlah kasus peredaran narkoba. Lapas menurut Budi masih menjadi tempat para pengedar narkoba mengendalikan jaringannya.
“Pengungkapan jaringan di Lapas ini kita sampaikan agar masyarakat tahu dan paham karena masalah narkoba sampai saat ini masih marak. Kejadian kemarin di Bengkulu adalah upaya kita yang jaringannya di Lapas,” ujar Budi Waseso.
Menurut Budi, kasus narkoba di Lapas bukan hanya melibatkan narapidana, tapi jaringan narkoba yang turut dikendalikan sipir dan dokter Lapas. “Supaya masyarakat paham dan tahu, sedemikian rumitnya Lapas, itu tempat beroperasinya narkoba,” katanya.
“Tersangka MS yang salah seorang sipir di salah satu Lapas di Jawa Timur ditangkap petugas BNN pada tanggal 14 Maret 2016. Saat petugas memantau gerak gerik MS di daerah Banyu Urip Surabaya, dari tangan MS petugas menyita 98 gram sabu yang disimpan dalam kantong kresek hitam,” ucap Budi.
Setelah diperiksa, MS mengaku mendapatkan perintah dari dua narapidan (MUH dan BAK), yang kemudian digelandang polisi, kata Kepala BNN itu. Selanjutnya, pada tanggal yang sama BNN menangkap seorang penumpang kereta api berinisial BW yang dari tangannya disita sabu seberat 306 gram yang dikemas dalam tiga bungkus kertas warna coklat yang disimpan dalam jaket.
Kepada petugas, BW mengaku diperintah seorang narapidana berinisial BSN. Polisi lalu menyita telepon genggam beserta penguat sinyalnya, kata Budi Waseso.
“BNN juga mengamankan residivis kambuhan yang sering keluar masuk penjara berinisial SN dan istrinya berinisial CDA pada tanggal 12 Maret 2016 di daerah Bojong Raya Depok dan menyita 925 gram sabu,” kata Budi.
“Dengan terbongkarnya kasus di atas menjadi salah satu indikator kuat bahwa peredaran narkotika dari balik jeruji masih marak. Selain itu, dari kasus di atas juga mengindikasikan masih ada residivis yang tidak bosan untuk mengulang kejahatannya,” tegas Budi.
Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan pasal 114 ayat 2, pasal 112 ayat 2 juntopasal 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika dengan ancaman maksimal hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup.(*)
Tempo.co