Jejamo.com, Lampung Tengah – Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah melayangkan surat penolakan pelaksanaan program full day school (FDS) kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Surat penolakan tersebut ditandatangani Bupati Lampung Tengah Mustafa pada 14 Agustus 2017. Salah satu poin dalam surat tersebut menyebutkan penerapan FDS yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 tahun 2017 dinilai belum tepat dan justru menimbulkan persoalan baru.
Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Tengah A Helmi menuturkan, FDS telah diuji coba pada sekolah-sekolah di kabupaten tersebut. Jika sebelumnya kegiatan belajar mengajar berlangsung dari Senin hingga Sabtu, selama uji coba kegiatan belajar hanya sampai hari Jumat dengan tambahan jam belajar.
“Kami sudah uji coba, tetapi faktanya kami menemukan banyak kendala. Di antaranya jarak antara sekolah dengan tempat tinggal siswa yang jauh. Belum lagi kerawanan atau gangguan yang dapat terjadi saat siswa pulang hingga malam hari,” jelas Helmi, Rabu, 16/8/2017.
Dia menambahkan, kendala lainnya yakni banyak siswa yang mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah, serta mengikuti taman pendidikan Alquran yang kebanyakan dilakukan menjelang sore.
“Sehingga dengan adanya penambahan jam belajar akan mengurangi jadwal siswa. Mereka tidak ada waktu lagi untuk memperdalam ilmu agama,” kata Helmi.
Selain itu penerapan FDS juga berpengaruh pada proses belajar di pondok pesantren yang memiliki jadwal tersendiri. “Oleh karena itu, Pak Bupati mengirimkan surat ke Mendikbud terkait penolakan pola pembelajaran full day school,” katanya.
Sementara itu, Bupati Mustafa menuturkan penerapan FDS idealnya fleksibel. Sekolah yang memang dianggap mampu dan mumpuni, bisa diterapkan. Sementara yang belum, tidak dipaksakan.
“Faktanya masih banyak isntitusi pendidikan kita yang belum mampu menerapkan itu. Bisa disebabkan sarana prasarana, kesiapan siswa dan sekolah itu sendiri, jarak tempuh dan lainnya. Jika dipaksakan tentunya hasilnya tidak akan maksimal,” ujar Mustafa.
Selain itu, lanjut bupati, kegiatan belajar mengajar yang berlangsung hingga sore dikhawatirkan berpengaruh pada psikologi anak. Siswa akan terbebani secara psikologis karena tak ada lagi waktu luang dan dituntut untuk terus berfikir.
“Dari sisi kesehatan tentu saja itu tidak baik dan akan mempengaruhi psikologis anak, terutama anak yang masih duduk di sekolah dasar. Karenanya secara tegas kami menolak pemberlakuan full day school,” pungkasnya.(*)
Laporan Raeza Handani, Wartawan Jejamo.com