Jejamo.com – Tiga badan intelijen Amerika Serikat, yaitu CIA, NSA, FBI memastikan Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan kampanye rahasia untuk mempengaruhi pemilihan Presiden Amerika Serikat sehingga lebih mendukung calon Partai Republik, Donald Trump, dibandingkan calon dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Laporan tiga badan intelijen Amerika Serikat itu merupakan pernyataan resmi pertama pemerintah dalam mendukung dakwaan terhadap Trump dan sekutunya yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum.
“Kami menilai Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan kampanye untuk mempengaruhi hasil pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 2016,” demikian pernyataan tiga lembaga intelijen Amerika itu seperti dikutip dari Guardian, 6 Januari 2017.
Kampanye rahasia Rusia bertujuan melemahkan keyakinan publik dalam proses demokrasi Amerika, merendahkan Clinton, dan membahayakan elektabilitasnya. Dengan begitu, Trump akan memenangi pemilihan Presiden Amerika Serikat.
Versi laporan umum itu adalah laporan publik paling rinci sejauh ini yang mengungkapkan upaya Rusia untuk mengganggu proses politik Amerika dengan membobol akun e-mail Dewan Nasional Demokrat dan anggota Demokrat, seperti Ketua Kampanye Hillary Clinton, John Podesta.
Menurut laporan itu, Rusia dikatakan menggunakan kampanye propaganda di beberapa negara bagian yang didanai dan mempekerjakan trolls untuk membuat komentar negatif di media sosial. Tidak ada klaim yang mengatakan Rusia mempengaruhi hitungan nyata suara atau mengganggu mesin penghitungan suara.
Baik CIA, FBI, maupun NSA menilai dengan “keyakinan tinggi” bahwa intelijen militer Rusia berada di balik tiga peretas utama, Guccifer 2.0, DCLeaks.com, dan WikiLeaks, yang meretas petinggi Komite Nasional Partai Demokrat (DNC).
Pengaruh kampanye Rusia dinilai multifaset, melampaui pelanggaran data di Komite Nasional Demokrat untuk melemahkan “presiden yang diharapkan”, Hillary Clinton; media milik pemerintah; dan kampanye media sosial. (*)
Tempo.co