Jejamo.com, Bandar Lampung – Pegawai negeri sipil (PNS) Dinas Pendidikan Lampung Utara yang menjabat sebagai bendahara pengeluaran dalam proyek 128 paket rehabilitasi pembangunan pengadaan buku serta alat peraga, terdakwa Sahadat Burhan (50), dituntut Jaksa Deddy Rasyid 18 bulan penjara.
Terdakwa dinyatakan jaksa bersalah atas dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) dalam proyek 128 paket rehabilitasi pembangunan dan pengadaan buku dan alat peraga kepada 63 SMP dan 76 SD se-Lampura. Dalam proyek tersebut, Disdik Lampung Utara mendapatkan kucuran dana APBN dari Kementerian Pendidikan sebesar Rp41 miliar.
Selain itu, atas perbuatan yang merugikan negara sebesar Rp631,9 juta itu, terdakwa juga diwajibkan membayar denda Rp50 juta subsider 1 bulan penjara. Menanggapi tuntutan itu, Ahmad Handoko menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada sidang pekan depan.
“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah bersalah sebagaimana terdapat dalam Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata jaksa di hadapan majlis hakim yang dipimpin Syamsudin di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Senin 18/4/2016.
Dalam dakwaan subsider, jaksa menjelaskan, Disdik Lampung Utara mendapatkan DAK dari APBN 2010 sebesar Rp41 miliar lebih yang dialokasikan bagi 63 SMP dan 76 SD dengan realisasi anggaran sebesar Rp41,3 miliar dan nilai kontrak Rp.40,9 miliar.
Atas proyek tersebut, ditetapkan pelaksana kegiatan barang dan terdakwa Sahadat Burhan berperan sebagai bendahara pengeluaran. Terdakwa bertugas sebagai pemegang kas kegiatan DAK serta menerima dan mengeluarkan uang DAK itu.
Dalam pengadaan barang, proyek tersebut dilaksanakan 6 perusahaan rekanan untuk kegiatan pengadaan buku dan alat peraga serta 8 rekanan untuk pekerjaan gedung SMP.
“Proses pengadaan barang kemudian telah dilaksanakan dengan ditandatangani surat perjanjian kontrak oleh Zulkarnain sebagai PPK dengan jangka waktu pelaksanaan 30 hari sampai 22 Desember 2010,” ujar jaksa.
Setelah selesai, cara pembayaran untuk pengadaan buku dan alat peraga dengan muka 20 persen dan 80 persen dibayarkan ketika selesai. Sedangkan untuk pengadaan rehabilitasi dan pembangunan gedung dibayarkan dengan 3 tahap, yaitu 30 persen, 60 persen, dan sisanya 10 persen. Terdakwa selaku bendahara telah melakukan pembayaran kepada seluruh rekanan.
Usai kegiatan dilakukan 100 persen, tim pemeriksa yang dipimpin Umar Muchtar dan M. Salahudin memeriksa hasil kegiatan pengadaan barang dan jasa tersebut. Hasil pemeriksaan diketahui terdapat kekurangan atau tidak sesuai kontrak terhadap pengadaan buku dan alat peraga SD dan SMP.
“Namun dalam pembayaran kepada rekanan, terdakwa tidak melalui prosedur yang sebagaimana mestinya yaitu tanpa melalui persetujuan PPK-SKPD, sehingga pembayaran tersebut dinilai tidak sah, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp631,9 juta,” pungkasnya.(*)
Laporan Andi Apriyadi, Wartawan jejamo.com