Jejamo.com, Bandar Lampung – Siang itu sekitar pukul 10.00 WIB, beberapa remaja mengenakan sarung, kaus, dan kopiah berdiri. Sebagaian ada yang duduk di rumah semipermanen yang dibangun menggunakan kayu dan geribik serta beralaskan kayu.
Rumah semipermanen adalah Pondok Pesantren Dalail El Qoeloeb yang terletak di Jalan Cut Nyak Dien, Gang Hidayat, Kelurahan Palapa, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung. Pondok pesantren itu berdiri sejak tahun 2014, didirikan seorang pemuda lulusan pesantren bernama M. Syarofuddin (32).
Pimpinan pondok pesantren Dalail El Qoeloeb M. Syarofuddin menceritakan awal berdirinya pondok pesantren Dalail El Qoeloeb saat dirinya bersama teman-temannya yang juga lulusan pesantren berkumpul di rumah kontrakannya yang tidak jauh dari lokasi pondok pesantren.
“Awalnya saya sering kumpulkan teman-teman di rumah yang saya kontrak untuk mengaji. Kemudian ada warga sering melihat kegitan saya dan teman-teman. Karena kegiatan saya itu positif lalu ada salah satu warga yang menitipkan anaknya untuk belajar mengaji kepada saya. Itu 7 tahun yang lalu,” ujarnya kepada jejamo.com saat ditemui di pondok.
Tidak butuh waktu lama, kata Syarofuddin, anak-anak didiknya semakin bertambah sehingga tempat kontraknya tersebut tidak sanggup menampungnya.
“Lalu ada yang menawarkan tanah kosong untuk tempat sementara. Awalnya saya ragu karena saya tidak memiliki uang untuk membangun pondok itu. Namun, saya bismillah dan ikhtiar kalau saya pasti bisa. Apalagi yang saya kerjakan di jalan Allah SWT,” terangnya.
Dirinya kemudian bertekad membangun sebuah pondok sederhana. Namun, ia harus mencari dulu dana untuk memulai pembangunan pondok tersebut.
Menurutnya, saat itu sebelum pondok itu berdiri kondisi tempatnya seperti kebun dan banyak pepohonan.
“Saat itu, saya hanya pegang duit Rp100 ribu dan saya bingung harus cari lagi ke mana dana tambahannya. Lalu ada pengusaha roti yang memberikan dana sebesar Rp1 juta. Saya bersyukur benar. Kalau mau diceritakan kembali saya mau nangis rasanya,” paparnya.
Dengan rasa keyakinan dan bersabar, pemuda kelahiran Bandar Lampung tersebut akhirnya mampu mendirikan pondok pesantren yang kini sudah di tempat sekitar 11 orang santri dari beberapa daerah kabupaten. Bangunan hanya terbuat dari kayu dan tanahnya masih menumpang.
“Yang tinggal di sini hanya 11 santri. Tapi, jika hari Sabtu, yang mengaji di sini mencapai ratusan orang,” ujarnya.
Dirinya menyukai bangunan yang terbuat dari kayu dan berdinding geribik disebabkan klasik dan bangunan seperti ini mengingatkan dirinya pengalaman sewaktu di pondok.
“Bangunan yang seperti ini karena belajar dari pengalaman saya waktu di pondok. Bangunan lebih nyaman dan adem. Kemungkinan akan ada dibangun kembali tapi tidak tahu kapan,” ungkapnya.
Harapannya dengan adanya pondok pesantren semoga anak-anak didiknya dapat memanfaatkan ilmu dirinya untuk orang lain dan ia pun tidak sembarangan menerima para santri.
“Santri yang mau masuk sini di seleksi dulu. Kalau niat mereka mau mengaji atau cari ilmu, saya terima. Jika hanya main-main saja, saya pulangkan. Masuk sini juga tidak dipungut biaya, yang terpenting niat mereka,” terangnya.
Ia pun membebaskan anak-anak santrinya untuk bekerja dan bersekolah. Namun, yang terpenting baginya anak didiknya itu jangan sampai melupakan salat dan baca Alquran.
“Santri juga saya kasih kebebasan untuk usaha. Karena mereka juga pasti membutuhkan salah satunya untuk beli kitab dan jajan sehari-hari. Kami juga mempersilakan para santri untuk sekolah, yang penting jangan tinggalkan ngaji,” tuturnya.
Saat ini, dirinya membutuhkan bantuan untuk membuat toilet untuk para santri sebab toilet yang ada hanya satu. Para santri harus antre untuk menggunakan toilet.
“Kami membutuhkan bantuan membuat WC. Tapi saya tidak menerima bantuan pemerintah. Namun, jika bantuan itu datang sendiri kami terima. Kalau seperti itu kan benar-benar niat kita ngasih, beda dengan minta,” jelasnya.
Sementara itu, untuk sehari-hari makan para santri dirinya yang menanggung. Menurutnya, rezeki ada saja untuk kebutuhan para santri.
“Semua makan kita yang tanggung. Alhamdulillah kalau kita lagi kerja di jalan Allah pasti ada saja jalannya, syukur alhamdulillah. Walaupun ada yang kurangnya,” paparnya.
Menurutnya, jika menjelang bulan Ramadhan tiba, pondok pesantren tersebut selalu mengadakan kegiatan pengajian dan kegiatan lainnya yang bermanfaat.
“Setiap puasa kami mengadakan pengajian siang malam yaitu dari bada tarawih hingga jam dua malam dan pembahasan kitab kuning. Kemudian dilanjutkan kembali usai salat zuhur santri kembali mengaji hingga jelang berbuka. Kegiatan ini khusus Ramadan,” ungkapnya.
Sementara itu, Ahmad Dayumi (17), salah seorang santri mengatakan, dirinya sangat senang berada di pondok pesantren tersebut. Menurutnya, pimpinan pondok itu juga baik terhadap para santrinya.
“Saya sudah 1 tahun belajar di sini. Senang mengaji dan dapat ilmu. Dukanya itu kangen saja sama orangtua di kampung. Saya ke sini diajak paman. Kalau setiap Lebaran saya juga pulang,” ujar warga Kedondong, Pesawaran, itu.(*)
Laporan Andi Apriyadi, Wartawan Jejamo.com