Jejamo.com, Bandar Lampung – M. Ali Amin Said (35), pegawai travel umrah di Kalianda, Lampung Selatan, ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Lampung atas kasus dugaan ujaran kebencian mengandung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang dapat mengundang permusuhan warga.
Pelaku Ali diringkus di kediamannya di Desa Way Kalam, Kelurahan Way Lalam, Penengahan, Lampung Selatan, Rabu kemarin, 31/5/2017, sekitar pukul 16.00.
Pelaku ditangkap setelah memposting dalam akun media sosial Facebook atas nama Ali Faqih Alkalami yang bertuliskan hujatan kebencian dan ancaman yang ditunjukkan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Dalam tulisannya di Facebook tersebut, yang dipostingnya, pada Senin 29/5/2017, bertuliskan “Tito, jika kau berani penjarakan ulama kami (Habib Rizieq Shihab), maka kau sedang menggali liang kubur mu. Jangan lari kau Mang Tito, tidak lama lagi palak kau itu nak ku giling ku jadike adonan pempek, tunggu bae kagek ado cerito pempek Palembang raso Tito” #PenggalTito dan #SaveHabibRiziqShihab.
Direktur Reskrimsus Polda Lampung Kombes Rudi Setiawan mengatakan, terungkapnya kasus tersebut berdasarkan hasil penyelidikan Subdit Cybercrime Crime yang menemukan ada postingan yang berisi ujaran kebencian mengandung SARA dan dapat berdampak pada permusuhan terhadap sesama masyarakat.
“Berdasarkan Cyber Patrol, kami menemukan akun Facebook yang berisi postingan ujaran kebencian dan mengancam yang ditunjukkan kepada pimpinan tertinggi Polri. Dari postingan itu, kami melacak lokasi pelaku, dan akhirnya, pelaku dapat ditangkap,” ujarnya kepada jejamo.com di Mapolda Lampung, Kamis, 1/6/2017.
Selain menangkap pelaku, lanjut Rudi, pihaknya juga menyita barang bukti yaitu dua unit handphone, satu unit laptop, dan empat buku tabungan.
“Awalnya pelaku sempat tidak mengakui perbuatannya. Pelaku mengaku ponselnya diretas orang,” kata dia.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 45 A ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016, tentang perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp 1 miliar.
Kemudian 45 B UU No. 19 Tahun 2016, tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda Rp 750 juta.(*)
Laporan Andi Apriyadi, Wartawan Jejamo.com