Jejamo.com, Bandar Lampung – World Wildlife Fund for Nature (WWF) Lampung memperingati Hari Gajah Internasional yang jatuh pada 12 Agustus hari ini, Minggu, 12/8/2017, di Tugu Adipura bersamaan Car Free Day.
Project Manager Area Sumatera Bagian Selatan WWF Job Charles mengatakan, maraknya perburuan dan degradasi hutan serta konflik antara masyarakat dan gajah semakin tinggi. Hal itu membuat ruang satwa yang dilindungi khususnya gajah semakin kecil.
“Akibatnya, populasi gajah semakin menurun dan hanya hidup di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Way Kambas,” ujarnya kepada jejamo.com.
Job menuturkan, hari juga digelar petisi yang bisa diharapkan dapat disampaikan ke pemangku wilayah bagaimana gajah butuh diperhatikan. Populasi gajah sumatera ada sekitar 1.800 ekor pada tahun 2010. Untuk tahun 2017, masih dilakukan survei. Namun, diperkirakan populasinya turun hampir 20 persen .
“Karena di TNBBS di bagian selatan saja tahun 2010 kami melakukan survei, ada sekitar 600 gajah. Sekarang, hanya sekitar 120 sempel kotoran yang kami temukan, ini drastis turunnya,” kata dia.
WWF mencatat, konflik gajah dan masyarakat tahun 2015 yang dikenal adalah kematian gajah Yongki. Pada 2016-2017, kata dia, survei tim WWF dan WCS serta dari tim TNBBS, ada sekitar 8 ekor gajah mati.
“Konflik gajah dan manusia disebabkan banyak faktor. Pertama, alih fungsi karena gajah mempunyai wilayah sendiri. Kedua, kebutuhan air, terlebih kemarau. Ketiga, kesukaan gajah terhadap tanaman pertanian,” ungkapnya.
Dia menambahkan, peran masyarakat saat ini yaitu menanam pohon. Masyarakat juga bisa terlibat dalam penanganan konflik dengan patroli.
“Tahun 2015, kami juga membuat jaringan yang melibatkan penegak hukum dan LSM. Harapannya, dapat memberikan informasi untuk pencegahan penjualan satwa yang dilindungi. Saat ini kami masih melakukan investigasi karena penjual dan pembeli itu biasanya tidak saling kenal,” pungkasnya.(*)
Laporan Andi Apriyadi, Wartawan Jejamo.com