Jejamo.com – Guna menghindari hukuman berat, ribuan pemerkosa dan pelaku kekerasan seksual di Turki berusaha menikahi korbannya. Hukum di Turki memungkinkan perdamaian atas kasus kekerasan seksual dengan jalan menikahi korbannya.
Kantor berita The Independent, Senin,11/7/2016 melaporkan, Mahkamah Agung (MA) TurkiĀ mencatat 3.000 kasus perkosaan yang diselesaikan dengan pernikahan, termasuk insiden yang melibatkan anak-anak.
Mustafa Demirdag, Kepala Departemen Banding MA Turki, yang mengawasi kejahatan seksual di negara itu mengatakan, 3.000 pernikahan telah terdaftar secara resmi.
Situs berita Milliyet, Turki, melaporkan, Demirdag menjelaskan kondisi itu ketika berbicara di komisi parlemen yang dibentuk untuk menyelidiki dan mencegah kejahatan seksual. Demirdag mengatakan, beberapa kasus yang dipelajari, semuanya menunjukkan, korbannya selain pada orang-orang dewasa juga anak-anak di bawah umur lima tahun.
Dalam satu kasus tertentu, seorang gadis telah diculik dan diperkosa oleh tiga orang, tetapi ketika salah satu pria menikahinya, tuntutan hukum terhadap ketiga pemerkosa pun dicabut.
Menurut Demirdag, sebagai penegak hukum, jenis perkawinan seperti tidak dapat diterima. “Ini kejam karena memaksa seorang wanita untuk menikahi seseorang yang dia tidak inginin dan memaksa korban untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan pelaku,” katanya Demirdag.
Menurut departemen banding MA Turki, pelaku kejahatan seperti itu seharusnya dijatuhi hukuman 16 tahun dan delapan bulan penjara.
Isu ini muncul menyusul putusan oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Eropa bahwa Turki telah gagal melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, Turki pun memberlakukan UU tentang kekerasan dalam rumah tangga pada tahun 2012.
Tahun lalu, tiga orang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas pembunuhan dan percobaan perkosaan mahasiswa 20 tahun, Ozgecan Aslan. Kasus ini menyebabkan protes jalanan nasional atas isu kekerasan terhadap perempuan di Turki.(*)
Kompas.com