Jejamo.com – Hubungan Turki dengan Uni Eropa kian memburuk setelah insiden kudeta yang gagal pada 15 Juli 2016 lalu. Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menuding Uni Eropa telah mempermalukan Turki terkait visa dengan alasan membendung pendatang. Hal itu disampaikan dalam wawancara dengan koran Jerman, Bild.
“Masyarakat Turki trauma akibat kudeta 15 Juli 2016,” kata Cavusoglu kepada koran Bild. “Alih-alih membantu Turki, bangsa Eropa justru mempermalukan kami,” ucapnya.
Hubungan Uni Eropa-Turki terjun bebas sejak ada kudeta perlawanan terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan. Menurut Uni Eropa, Turki terlalu keras membungkam para tersangka kudeta, termasuk pemecatan terhadap lebih dari 2.000 anggota militer.
Turki dengan nada geram menolak kritik Uni Eropa ketika petugas keamanan negara mengejar para tersangka pelaku kudeta. Menurut Uni Eropa, cara-cara yang ditempuh Turki telah melanggar hak asasi manusia, yang semestinya dijunjungi tinggi oleh Turki bila ingin bergabung dengan blok Eropa tersebut.
Cavusoglu menegaskan, negaranya telah menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana dilakukan oleh banyak negara, termasuk memenuhi persyaratan yang diminta oleh Uni Eropa. “Namun demikian, yang diperoleh Turki hanyalah ancaman, hinaan, dan blokade dari 28 negara.”
Dia melanjutkan, “Saya bertanya dalam hati, kejahatan apa yang telah kami lakukan, mengapa mereka memusuhi kami?”
Tempo.co