Jejamo.com, Bandar Lampung – Heni Dwi Sari perwakilan Forum Partisipasi Publik untuk Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Puspa) menjelaskan tentang Belajar Menjadi Responsif Gender Sinergi untuk Perubahan di Hotel De Green Bandar Lampung pada Senin (30 Juli 2018).
Pemaparan tersebut dalam rangka Sosialisasi Penguatan Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung
Diskusi santai diawali dengan menganalisa ciri-ciri antara laki-laki dan perempuan, peserta diajak menyebutkan menggunakan flipchart untuk membedakan antara kelamin dan gender.
Gender tidak mengacu pada bawaan lahir, namun gender lebih kearah peran, perilaku dan atribut yang dianggap layak untuk perempuan dan laki-laki dalam kontruksi sosial. Seperti dua perempuan didalam kokpit, mereka tidak kehilangan keperempuanya, namun ada label lain seperti gagah dan logis seperti laki-laki.
Pemerintah sendiri mempunyai strategi berupa pengarasutamaan gender (PUG) untuk memasukan isu-isu kesetaraan gender. Supaya perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan dan hak-hak yang sama sebagai manusia.
Pemerintah ingin menjamin kesetaraan gender bagi semua warga negara.
Kesetaraan gender dapat dilihat dari APKM yakni akses, partisipasi, kontrol dan manfaat. Ini diperlukan perempuan untuk mengambil keputusan.
Sebagai contoh di suatu wilayah anak perempuan harus membantu orang tuanya mengambil air, karena lokasi jauh sehingga anak harus berjalan jauh, disinilah peran pemerintah dan masyarakat menyediakan akses air.
Bukan porsi, dana, jumlah dan jatah yang sama, melainkan alokasi pemenuhan kebutuhan yang sama-sama mudah diakses.
Yang diinginkan pemerintah adalah terjangkaunya akses ke program pemerintah seperti pendidikan, kesehatan, politik, hukum dan lainya. Terpenuhinya hak perempuan dan anak karena kesadaran berbagai pihak termasuk laki-laki
Orang tua yang berperan untuk tumbuh kembang anak menjadikan anak mampu berperan dalam kehidupan
Blogger terkoneksi dengan dunia dan berpengalaman luas, aktif di sosial media dan memiliki banyak pembaca, sehingga blogger sangat tepat menjadi influencer.
“Cukup sudah dramatisasi, saatnya berbagi inspirasi, mari kolaborasi,” tegasnya.
Eni Muslihah Jurnalis Perempuan Lampung dari AJI Lampung memaparkan saat ini tidak banyak perempuan yang dimunculkan sebagai public figur karena kesempatan yang terbatas, kalau ada kurang mampu bersaing.
Perempuan selalu dikondisikan harus multitasking seperti mengurus anak, mencuci baju, dan mengurus kegiatan rumah tangga lainya.
Kita perlu sensitif untuk kesetaraan gender setiap saat baik ditempat kerja maupun diruang-ruang eksekusi kreatif karena laki-laki dan perempuan berpeluang sama dalam kemajuan karir dan berperan sebagai agen perubahan.
Dengan melawan pembentukan dan menggerus penguatan stereotip, memperhatikan keberagaman narasumber, memilih secara hati-hati sudut pandang dan diksi.
Bergiat di ranah domestik atau ranah publik adalah sebuah pilihan, bukan keharusan yang dikondisikan. Perempuan boleh memilih sama halnya laki-laki.
Yoga Pratama mewakili peserta sosialisasi mengungkapkan bahwa harapan bisa disinergikan antara pemerintah setempat dengan pegiat literasi, untuk menjadikan masyarakat mandiri dengan semua elemen baik LSM & CSR untuk pemberdayaan perempuan.
Dirinya berharap Dinas PPA memotori sinergi tersebut, saat ini ACT Lampung dan pegiat literasi sudah berdiskusi pada titik masalah di daerah kumuh dan miskin. Di mana Perempuan dan anak harus diberdayakan supaya terjadi perbaikan perekonomian.
“Setiap SKPD harus saling bersinergi untuk mensukseskan kesetaraan gender,” tutupnya.(*)
Laporan Hermawan Wahyu Saputra, Kontributor Jejamo.com