Jejamo.com – Menyusul kian banyaknya kekalahan di medan perang, kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) kini mulai memotong gaji para pejunganya hingga 50 persen. Mereka yang berperang bagi ISIS sebelumnya digaji 200 pound sterling per orang. Namun kini bayaran mereka hanya sebesar 100 pound atau sekitar Rp 1,9 juta.
Pemotongan gaji ini dilakukan setelah kelompok radikal Islam itu kini menghadapi tekanan besar dalam peperangan. ISIS kini telah kehilangan sejumlah wilayah kekuasaannya, selain itu, sejumlah serangan udara yang dilancarkan terhadap kilang-kilang minyak kian menggerus pendapatan mereka.
Kabar ini didapat setelah sebuah dokumen terbaru yang dirilis oleh bagian bendahara ISIS yang bermarkas di Raqqa, Suriah, mengungkapkan organisasi itu telah mengurangi gaji semua pejuangnya lantaran suatu alasan yang mereka sebut “keadaan luar biasa.”
Surat tersebut diterbitkan oleh Bayt al-Mal, atau Kementerian Keuangan ISIS. Sayangnya, mereka tak menjelaskan perihal “keadaan luar biasa” yang dimaksudkan. Banyak yang meyakini semua itu terkait dengan kerugian besar yang belakangan mereka derita.
“Jadi berdasarkan keadaan luar biasa yang tengah dihadapi Negara Islam, diputuskan untuk mengurangi gaji yang dibayarkan kepada semua mujahidin sebanyak separuhnya dan tak seorang pun diperbolehkan terbebas dari keputusan ini, apapun posisinya.” tulis surat tersebut dalam sebuah bagian.
ISIS akhir-akhir ini memang banyak mengalami kemunduran dalam perang. Desember lalu, sebuah serangan udara kelompok koalisi internasional menyasar kilang-kilang minyak mereka.
Di Iraq, pasukan pemerintah baru-baru ini berhasil mendesak pejuang ISIS keluar dari Ramadi, ibu kota Provinsi Anbar, beberapa bulan setelah kelompok itu merebut kota yang terletak sekitar 60 mil di sebelah barat Baghdad tersebut.
Sementara minggu lalu, pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat membombardir kantor pusat Bayt al-Mal ISIS di Mosul dan menghancurkan uang jutaan dolar AS yang disimpan di sebuah gedung.
Sebuah laporan sebelumnya menyebutkan bahwa ISIS diperkirakan berhasil meraup hingga 52 juta pound sterling per bulan dari pajak, penjualan minyak, dan penjualan obat-obatan ilegal.(*)
Tempo.co