Jejamo.com – Sebuah laporan menyebutkan kelompok militan ISIS telah merawat dan mengawasi lebih dari 31 ribu wanita hamil. ISIS menyebut merawat para wanita hamil adalah cara sistematis untuk melakukan regenerasi anggota.
Seorang anggota Qulliam, organisasi kontra ekstremisme di London Nikita Malik, telah melakukan penyelidikan bagaimana cara ISIS merekrut anak-anak dan melatih mereka menjadi ekstrimis melalui indoktrinasi di rumah dan di sekolah, beberapa tahun terakhir.
“Ada ciptaan sistematis dari generasi mujahidin berikutnya, generasi milisi berikutnya,” ujar Malik seperti dikutip dari laman Independent, Senin, 7/3/2016.
Malik juga menyebutkan fakta bahwa terdapat 31 ribu wanita hamil lebih yang saat ini sedang dalam perawatan ISIS.”Itu adalah persiapan jangka panjang untuk menumbuhkan anak-anak dengan indoktrinasi agama, teologis dan nasional yang merusak,” ujarnya.
Para peneliti itu menyebut, anak laki-laki belajar dari kurikulum ISIS. Mereka menghafal ayat-ayat Al-Quran dan mengikuti pelatihan menjadi milisi yaitu menembakan, seni bela diri dan persenjataan. Anak perempuan, yang disebut oleh kelompok sebagai ‘mutiara dari kekhalifahan’, disembunyikan, hanya berada di rumah, dan diajarkan untuk merawat suami.
Laporan itu juga mengatakan bahwa ISIS melihat anak-anak sebagai milisi yang lebih baik dan lebih mematikan. “Apa yang kami temukan sangat menarik adalah alasan mengapa tentara ini sengaja dibuat. Pertama, anak-anak adalah batu tulis kosong, tidak memiliki kemampuan kognitif atau membuat keputusan, sehingga mereka dapat dimanipulasi,” ucap Malik.
Menurutnya, keluarga ikut memainkan peran kunci, terutama ibu. “Mereka (ibu) membaca buku cerita tentang kemartiran untuk anak-anak pada malam hari. Keluarga mengajar mereka apa yang benar dan salah.”
Noman Benotman, Presiden Quilliam, berujar: “Ini adalah salah satu situasi paling berat di bumi. Anak-anak adalah kunci untuk masa depan. Indoktrinasi di ISIS dimulai saat lahir, dan meningkat di sekolah-sekolah dan kamp-kamp pelatihan. Anak-anak diajarkan cara menginterpretasi dengan hukum syariah tertentu, tidak sensitif terhadap kekerasan, dan belajar keterampilan khusus berperang dengan bendera ISIS,” terangnya.(*)
Tempo.co