Jejamo.com – Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran mengatakan rencana kenaikan harga rokok yang mencapai Rp 50 ribu hanyalah isu belaka. “Kami mengecam keras terhadap penyiaran berita palsu tersebut, itu hoax,” ujarnya, Senin, 22/8/2016.
Dia menilai isu kenaikan harga tersebut secara sengaja dibuat untuk menimbulkan kegaduhan dan kekacauan ekonomi. Sebab, mata rantai sirkulasi perekonomian dari industri hasil tembakau melibatkan banyak elemen masyarakat.
“Tingkat sensitifnya cukup tinggi mengingat industri ini berbasis pertanian dan memberi kontribusi sekitar Rp 170 triliun melalui cukai dan pajak setiap tahun,” katanya.
Ismanu mengatakan, dalam menaikkan tarif cukai rokok, pemerintah sudah mempunyai mekanisme yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. “Setiap rencana kenaikan selalu didiskusikan dengan industri,” ucapnya.
Ismanu meminta agar masyarakat tak percaya dengan isu yang dianggap menyesatkan tersebut, mengingat isu kenaikan itu tidak jelas asal-usulnya. “Sebaiknya masyarakat mengabaikan gosip ini,” tuturnya.
Sebelumnya, wacana menaikkan harga rokok tersebut muncul berdasarkan hasil studi yang dilakukan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany.
Hasbullah dan rekan-rekannya melakukan survei terhadap seribu orang. Menurut survei itu, seseorang akan berhenti merokok jika harga rokok dinaikkan dua kali lipat dari harga normal. Hasilnya, mayoritas setuju jika harga rokok dinaikkan.
Wacana kenaikan tersebut juga sempat disetujui Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin. Ia menyatakan persetujuannya atas wacana harga rokok dinaikkan menjadi Rp 50 ribu per bungkus.(*)
Tempo.co