Jejamo.com, Kota Metro – Kasatreskrim Polres Metro AKP Andri Gustami mengatakan pihaknya telah menetapkan oknum ASN Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Kota Metro berisinial RS sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan surat keputusan (SK) pengangkatan honorer.
Polisi sebelumnya telah menetapkan seorang tersangka berinisial DS dalam kasus SK bodong tersebut. Dalam pengembangan, DS mengaku memberi sejumlah uang kepada RS.
Tersangka RS sebelumnya akan dijerat pasal tindak pidana korupsi (tipikor) karena statusnya sebagai ASN. Seiring berjalannya proses hukum, pasal yang disangkakan berubah menjadi tindak pidana umum (pidum).
Andri Gustami menjelaskan, ancaman terhadap tersangka RS dari sebelumnya Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dalam pasal gratifikasi, kini berubah menjadi Pasal 263 ayat 2 KUHP terkait dengan SK palsu dan Pasal 378 Junto Pasal 55 terkait pidana penipuan.
“Perubahan pasal itu berdasarkan gelar perkara, karena kita sudah berkoordinasi juga dengan pihak kejaksaan. Intinya untuk menjerat dia ke Undang-Undang Tipikor ini kan bukan karena jabatannya. Jadi soal gratifikasi di Undang-Undang Tipikor ini kan karena jabatan yang disalahgunakan, kalau dia ini kan bukan orang yang berkewenangan mengeluarkan SK. Jadi kemarin analisanya di situ,” jelas Andri Gustami, Selasa, 5/10/2021
Ancaman hukuman bagi penerima gratifikasi yang sebelumnya hukuman penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dengan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar rupiah, kini berubah ancamannya menjadi 7 tahun penjara.
“Tadi pagi ini kami gelar perkara jadikan tersangka, tinggal menunggu ekspos nanti. Jadi RS ini sudah kami tetapkan sebagai tersangka dan jadwal pemanggilan dia sebagai tersangka hari Kamis nanti. Pasal yang diterapkan pidana umum jadinya, pasal 263 ayat 2 terkait dengan SK palsu itu dan 378 junto 55. Ancaman hukumannya 7 tahun penjara. Nanti keputusannya dari pengadilan soal pasal berlapisnya,” jelasnya.
Andri juga menyampaikan, terkait dengan tuntutan masa tahanan merupakan kewenangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang nantinya bakal diputuskan oleh hakim dalam persidangan.
“Kalau pengurangan masa tahanan itu nanti ranahnya pengadilan, kami di sini hanya melaksanakan program penyidikan dan mengirimkan berkas ke JPU, kalau sudah lengkap kami kirimkan barang bukti dan tersangkanya. Nanti lebih lanjut JPU dan pengadilan untuk penuntutannya,” ucapnya.
Dia juga menyebutkan, proses penyidikan hingga pemberitahuan, bahwa hasil penyidikan sudah lengkap atau P-21, dan diperkirakan paling lama mencapai 40 hari.
“Biasanya prosesnya itu di tahap awal 20 hari proses penyidikan dilakukan penahanan, terus diperpanjang lagi 40 hari. Ya tergantung petunjuk dari jaksa, kalau kami kirimkan berkas kalau bisa cepat langsung bisa kami P21 kan,” pungkasnya.
Sementara itu, Penasihat Hukum RS, E. Rudiyanto, mengungkapkan pihaknya belum menerima surat pemberitahuan penetapan tersangka oleh penyidik Polres Metro.
“Sampai saat ini 5 Oktober 2021 kami belum menerima surat pemberitahuan dari polres sebagai tersangka atau pun diperiksa selanjutnya sebagai apa, itu belum. Kami kooperatif, apa pun prosesnya kami ikuti selama penyidikan dari klien kami. Kami akan melakukan pendampingan hukum kepada klien kami sampai dengan selesai,” kata Rudiyanto melalui sambungan telepon.
Dia menyampaikan bahwa hingga hari ini kliennya masih menjalani rutinitas bekerja sebagai ASN pada Disporapar Kota Metro.
“RS ini masih kerja, dia masih aktif kerja. Dan dia belum ditetapkan sebagai tersangka, yang jelas saya nyatakan di sini belum ada surat masuk. Mungkin, polres sudah gelar perkara kan tidak tahu, ketika ada surat pemanggilan kita akan kooperatif,” tandasnya.(*)[Abid Bisara]