Berita Lampung Timur, Jejamo.com– Musinem (52) dan Maryono (55) warga Dusun Satu, Desa Adijaya, Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur, beralih profesi menjadi buruh penggilingan batok. Pasangan suami istri yang biasanya bekerja sebagai buruh tani ini kehilangan pekerjaannya akibat musim kemarau.
“Sudah empat bulan ini saya mengais rezeki di tempat penggilingan botok kelapa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kasihan bapak (suami) sudah tua harus kerja sendiri. Kalau bukan saya yang membantu siapa lagi,” ujar Musinem disela kesibukannya mengumpulkan batok kelapa kepada jejamo.com, Senin. 19/10/2015.
Dalam sehari Musinem biasa mendapat upah Rp50.000 hingga Rp100.000. Musinem mengaku, hasil itu masih lebih sedikit dari apa yang ia dapat dari pekerjaan sebelumnya sebagai buruh tani.
“Kalau dibandingkan lebih besar mengurus sawah. Tapi tergantung hasil panennya juga, kalau semakin bagus tanaman padinya hasil yang saya dapat juga lumayan,” jelasnya.
Diakui Musinem, bekerja sebagai buruh di penggilingan batok kelapa jauh lebih berat daripada menjadi buruh tani.
“Jadi buruh di sini tenaga saya terkuras habis. Selain harus menggiling batok kelapa sampai hancur. Kami juga harus mengumpulkan serpihan batok yang berceceran akibat proses penggilingan,” keluhnya.
Hasil batok kelapa yang diolah oleh Musinem dan buruh lainnya di dusunnya itu dikirim ke Jakarta oleh pengepul untuk dijadikan bahan obat nyamuk bakar.(*)
Laporan Winar, wartawan jejamo.com, Portal Berita Lampung Terbaru Terpercaya