Jejamo.com, Bandar Lampung – Beberapa di antara pembaca jejamo.com yang sering menggunakan jasa taksi online, baik Uber, Gocar, dan Grab, mungkin pernah bertemu dengan si jelita ini. Doi sejak pertama kali ada taksi online di Lampung, sudah bergabung di dalamnya.
Awal-awal bergabung, Stefani Ayu Zweinita, nama gadis cantik ini, masih bekerja sebagai karyawan di BCA. Agustus lalu kontraknya berakhir di bank swasta besar di Tanah Air itu. Dan aktivitas menjadi sopir taksi online makin ditekuni oleh sarjana akuntansi lulusan STIE Gentiaras itu.
Fani, demikian ia biasa disapa, memang punya hobi jalan-jalan menikmati suasana yang indah dengan mobil kesayangannya. Begitu ada lowongan taksi online, ia pun mendaftar.
“Hitung-hitung menyalurkan hobi yang menghasilkan,” ujarnya kepada jejamo.com.
Fani tak sungkan sama sekali menjalani profesi barunya itu. Meski demikian, asa untuk bekerja di ranah perbankan masih kuat.
“Kalau passion kerja aku jujur ya di perbankan. Apalagi basis akademik aku di situ, akuntansi. Suka juga bertemu orang, berkomunikasi dengan mereka, dan sebagainya,” kata dia.
Lamaran demi lamaran sudah ia masukkan ke beberapa bank di Bandar Lampung.
“Tinggal nunggu panggilan aja,” kata dia.
Menjadi sopir taksi online, sudah banyak pengalaman yang Fani rasakan. Ada yang enak, ada juga yang tidak enak.
Pengalaman tak menyenangkan kebanyakan saat calon penumpang membatalkan pesanan. Padahal, Fani sudah semaksimal mungkin menuju tempat si calon penumpang. Kalau sudah begitu, performa pun turun lantaran pembatalan dari penumpang memengaruhi performa dari pengemudi taksi online.
Fani juga pernah mendapat tanda satu bintang. Padahal untuk mendapat performa yang layak, setiap sopir mesti mendapat lima bintang penuh yang diklik penumpang. Kadang ada pula tambahan kata-kata apresiasi dari penumpang.
Namun, jika hanya mendapat satu bintang, alamat kena suspend dari perusahaan taksi online.
“Aku pernah hanya dapat satu bintang dan langsung kena suspend, hehehe. Padahal si penumpang masih kasih kata-kata yang memuji. Kayaknya dia enggak tahu arti bintang-bintang itu,” ujarnya.
Fani memang tidak selalu meminta penumpang memberikan bintang lima kepadanya. Kadang, kata dia, sungkan memintanya, dan lebih berharap kesadaran si penumpang saja.
“Mungkin salah aku juga enggak mengingatkan mereka memberikan bintang lima. Nanti deh dibiasakan meminta bintang lima,” ujarnya.
Meski demikian, ada juga pengalaman bagus yang ia alami. Pernah suatu waktu penumpangnya seorang calon doktor akuntansi. Begitu tahu Fani adalah sarjana akuntansi, calon doktor itu menawarinya pekerjaan untuk menerjemahkan jurnal-jurnal dan memintanya membantu kelengkapan data dalam disertasi yang sedang disusun.
“Seneng banget waktu itu dapat penumpang calon doktor akuntansi. Ngobrolnya nyambung. Aku dapat job juga dari dia, lumayan,” ujar anak nomor dua dari tiga bersaudara ini.
Pernah juga ia mendapat tips lumayan saat membawa penumpang dari Bandara Radin Inten II ke Pringsewu. Si penumpang memberikannya tips yang lumayan karena merasa sudah dibantu sampai ke tujuan.
Jika berada di dalam kendaraan, Fani berusaha menyapa penumpangnya terlebih dahulu. Ia akan memulai percakapan di dalam kendaraan agar suasana selama perjalanan menjadi nyaman dan menyenangkan.
“Aku selalu memulai pembicaraan terlebih dahulu. Meski aku rada pendiam, tapi kalau urusan kerjaan ya sebisa mungkin akrab dengan penumpang,” kata gadis kelahiran 27 Juli 1992 itu.
Fani menuturkan, tentu ia tak ingin selamanya menjadi sopir taksi online. Passion-nya adalah di perbankan. Namun, ia tetap serius menekuni profesi itu sembari menunggu panggilan atas aplikasi lamaran yang ia kirim.
“Kerja begini kan halal. Meski kadang ada yang bilang, kok mau sih sarjana akuntansi jadi sopir taksi online. Beberapa penumpang yang bekerja di hiburan malam juga malah menawari aku ikut kerja bareng mereka, hehehe, aku enggak mau,” kata dia.
Fani mengaku enjoy dengan pekerjaannya sekarang. Ia juga senang bisa berkenalan dengan banyak warga yang menjadi penumpangnya.(*)
Laporan Widyaningrum, Wartawan Jejamo.com