Jejamo.com, Bandar Lampung – Ketua Umum DPP Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Henry Yosodiningrat mendatangi Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Lampung dan Badan Narkoba Nasional Provinsi(BNNP) Lampung, Sabtu kemarin, 11/2/2017.
Kedatangannya bersama DPD Granat Lampung dan DPC Granat Bandar Lampung tersebut diawali dari Ditnarkoba Polda Lampung. Kedatangannya disambut Dirnarkoba Polda Lampung Kombes Abrar Tantulanai.
Henry mempertanyakan kasus perkara Sekda Kabupaten Tanggamus Mukhlis Basri, oknum PNS PU Bina Marga Oktarika, dan kontraktor Doni Lesmana yang terbukti memiliki narkoba jenis Happy Five golongan narkotika, saat ditangkap petugas Ditnarkoba Polda Lampung di Bandar Lampung, Sabtu malam, 22/1/2017 lalu.
Namun, ketiganya yang sudah ditetapkan tersangka, harus menjalani direhabilitasi atas rekomendasi dari lembaga rehabilitasi dan BNNP Lampung.
“Saya ingin mengetahui persoalan yang sebenarnya terkait tidak ditahannya Sekda Tanggamus Mukhlis Basri dan dua rekannya,” ujar anggota Komisi II DPR itu di Ditnarkoba Polda Lampung.
Dia sudah mendapatkan penjelasan dari pihak penyidik Ditnarkoba Polda Lampung. Dalam penjelasan Ditnarkoba, Henry mengatakan, Ditnarkoba sejak menangkap tiga tersangka sudah sampai P21 dan penyerahan tahap 2 dan dilakukan penahanan.
“Namun, kata penyidik, yang bersangkutan ini mengirimkan surat ke lembaga rehabilitasi, tapi saya kurang tahu namanya. Nanti saya datang ke sana untuk meminta penjelasan. Tapi, saya mengapresiasi kinerja Polda Lampung,” kata dia.
Dalam keterangan surat dari lembaga rehabilitasi tersebut, lanjut Henry, tersangka Mukhlis Basri pernah menjalani pengobatan sejak 2016.
“Namun, kami menemukan kejanggalan dalam surat itu, yakni tanggal surat 30 Januari. Itu artinya, seminggu sebelum ia ditangkap,” Â terangnya.
Selain itu, dia juga menemukan kejanggalan lain. Di dalam surat itu berisi bahwa yang bersangkutan ini bukan pengedar atau belum kecanduan sehingga wajib direhabilitasi.
“Kemudian saya temukan lagi, dia ini penggunaan yang sementara waktu, jadi dia bukan pencandu sehingga tidak boleh direhab. Namun katanya harus direhab,” ungkapnya.
Dia menilai, yang dilakukan lembaga rehabilitasi tersebut keliru. Menurutnya, metode rehab yang benar itu adalah yang bersangkutan harus tinggal di asrama rehabilitasi paling cepat 8 bulan.(*)
Laporan Andi Apriyadi, Wartawan Jejamo.com