Jejamo.com – Otoritas Korea Utara menganggap sanksi yang diberikan Amerika Serikat (AS) kepada Presiden Kim Jong Un dan 10 pejabat kabinet sebagai deklarasi perang. Dalam pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Korea Utara, AS dianggap telah menghina pemimpin tertinggi mereka.
“Penjatuhan sanksi adalah tindakan permusuhan terburuk yang pernah dilakukan AS dan merupakan deklarasi perang terbuka terhadap Korea Utara, karena telah jauh melampaui konfrontasi atas isu HAM,” tulis Kementerian Luar Negeri Korea Utara dalam surat resmi mereka.
Sanksi yang diberlakukan AS untuk Kim Jong-un adalah membekukan semua aset pribadinya di AS dan melarang warga AS berbisnis dengannya. Kim Jong Un dituduh bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Korea Utara.
Departemen Luar Negeri Amerika menilai Kim dan 10 pejabat lainnya bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia, berupa penyiksaan, pembunuhan, dan pemerkosaan. Para pejabat juga dituduh melacak dan membunuh pembelot yang melarikan diri di negara itu.
Banyak pelanggaran di kamp-kamp penjara politik yang berisi 80 ribu hingga 120 ribu tahanan. Selain itu, Korea Utara juga menerapkan sistem kerja paksa dan membatasi kebebasan berekspresi dan beragama.
Tak hanya kali ini Korea Utara mengeluarkan gertakan untuk perang. Dalam setahun ini, negara yang memiliki senjata nuklir itu tercatat empat kali merespon dengan bahasa yang sama setelah mendapatkan kecaman dari Amerika Serikat maupun Korea Selatan.
Pada April, Korea Utara menyebut latihan militer Amerika dan Korea Selatan adalah sebuah deklarasi perang terbuka. Sebelumnya, saat Februari Kim Jong Un juga mengatakan frase yang sama sebelum latihan itu dilakukan oleh kedua negara. Kim saat itu memperingatkan tentara Amerika akan menjadi abu di Pasifik. “Mari kita buat Seoul dan Washington menjadi lautan api,” ucap dia.(*)
Tempo.co