Jejamo.com – Kasus saling cukur antara seorang guru, murid dan wali murid terjadi di SDN Penjalin Kidul V, Majalengka, Jawa Barat. Kasus rumit yang terjadi pada 2012 lalu ini harus berakhir di Mahkamah Agung, dengan putusan yang berbeda antara Pengadilan Tinggi Bandung dan MA.
Dari dakwaan yang dimuat Mahkamah Agung dalam websitenya, kasus ini bermula ketika guru honorer SDN Penjalin Kidul V, Majalengka, Jawa Barat, Aop Saopudin melakukan razia rambut gondrong di kelas III pada 19 Maret 2012. Dari razia itu, didapati 4 siswa yang berambut gondrong yaitu AN, M, MR dan THS.
Mendapati rambut gondrong ini, Aop lalu melakukan tindakan disiplin dengan memotong rambut THS ala kadarnya sehingga gundul tidak beraturan. Sepulang sekolah, THS menceritakan hukuman disiplin itu ke ayahnya, Iwan Himawan.
Iwan semula berusaha menemui kepala sekolah, namun karen kurang puas, Iwan bersama teman-temannya mencari Aop. Ketika ia menemukan guru honorer itu, ia langsung mengangkat kerah baju Aop dan mendorong tubuh Aop ke belakang.
“Kamu hanya sekedar guru honor. Mau mengandalkan apa? Apa perlu saya membawa massa?” ujar Iwan ke Aop.
Keributan ini dilerai teman Aop dan Iwan akhirnya pulang. Tapi sore harinya, Saat Aop pulang sekolah, Iwan telah menunggu Aop. Lalu Iwan memukul kepala Aop yang masih memakai helm. Iwan lalu memaksa Aop kembali ke SD. Sesampainya di SD, Iwan kembali mengintimdasi Aop yang disaksikan rekan-rekannya.
“Kamu harus tahu siapa saya. Saya habisi kamu! Saya minta rambut kamu untuk dicukur!” ujar Iwan mengancam. Seperti dikutip Detik.com.
Iwan kemudian mengeluarkan gunting dan mulai menggunting rambut Aop di atas telinga kanan dan kiri. Setelah itu, Iwan dan teman-temannya meninggalkan SD tersebut.
Tak sampai disitu, Iwan kemudian melaporkan Aop ke polisi dengan tuduhan melakukan diskriminasi terhadap anak seusai dengan UU Perlindungan Anak dan perbuatan tidak menyenangkan sesuai KUHP.
Atas aduan ini, sebagian warga Majalengka marah dan melaporkan balik Iwan dengan delik perbuatan tidak menyenangkan. Keduanya lalu sama-sama diadili. Aop awalnya dihukum pidana percobaan di tingkat pertama namun kemudian banding. MA lalu membebaskan Aop karena sebagai guru, tugasnyalah mendidik siswa, termasuk mencukur siswa yang gondrong.
Lalu bagaimana dengan Iwan? Ia awalnya juga dihukum percobaan di tingkat pertama. Tapi oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, majelis hakim mencoret hukuman percobaan dan menjatuhkan pidana penjara kepada Iwan selama tiga bulan. Hukuman kepada Iwan ini kemudian dikuatkan pada tingkat kasasi.(*)
Detikcom