Jejamo.com, Bandar Lampung – Yolis Hidayatullah, warga Kalianda, Lampung Selatan, masuk Islam saat bersekolah di SMAN 2 Bandar Lampung. Pemeluk agama Buddha dan etnik Tionghoa ini kemudian memilih Islam sebagai agamanya pada 18 November 1998. Ia berkawan dekat dengan beberapa pengurus Rohis setempat.
Simak cerita selengkapnya hanya di jejamo.com.
Perjalanan Yolis menemukan Islam sederhana. Karena, cerita ini dimulai sejak dirinya mengenyam bangku pendidikan sekolah dasar (SD), yang tanpa sengaja mempelajari tiga agama besar di Indonesia sekaligus.
Yolis mengakui, dia mempelajari Buddha karena diajarkan langsung orangtua. Dia juga mempelajari Kristen karena diajak kawan ketika sedang mengenyam pendidikan di SD, tepatnya memasuki kelas III sampai V.
Sementara ia mulai mempelajari Islam di SD lantaran siswa tidak diperbolehkan keluar kelas saat jam agama berlangsung.
“Saya mempelajari tiga agama besar di Indonesia saat SD. Pada awalnya tidak ada masalah karena mungkin masih kecil. Yang dipikirkan main saja sehingga tidak terlalu diambil pusing,” ujarnya kepada jejamo.com melalui sambungan telepon, Selasa, 14/6/2016.
Kelas V SD, Yolis mulai berpikir tentang banyak hal, termasuk apakah Tuhan itu ada?
“Pertanyaan itu membuat saya termenung,” ujarnya.
Ia menceritakan, suatu malam dengan suasana yang hening, dirinya termenung melihat ke langit, dan menggabungkan informasi dari buku tentang astronomi.
Setelah itu, dirinya baru menyadari kalau alam semesta ini sungguhlah besar dan alangkah kecilnya manusia di dunia ini.Kemudian, ada sesuatu hal lain juga yang membuat dirinya Janggal, yakni kenapa hanya di bumi ditemukan kehidupan dan kenapa kita bisa ada di sini?
Sebab, pertanyaan ini hanya bisa dijawab karena adanya Tuhan, dan Dia-lah yang menciptakan serta meletakan manusia di dunia ini.
Yolis mencoba mengulang kembali apa yang telah diajarkan oleh keduaorang tuanya tentang agama. Sang ayah sering berkata kalau semua agama itu sama saja sebab, yang paling penting bisa berbuat baik untuk manusia lainnya.
“Dari sana muncul pertanyaan lagi karena setahu saya masing-masing agama mengklaim kalau agamanya satu-satunya jalan kebenaran,” ujarnya.
Yolis mulai menganalisis.
“Simpel saja kok, dimulai dari perdebatan antara Nabi Isa atau Tuhan Yesus. Apakah Nabi atau Tuhan/Anak Tuhan? Kedua pernyataan tersebut tidaklah benar keduanya atau pastilah salah satu ada yang benar,” ungkapnya.
Dirinya tidak pernah membayangkan saat Tuhan yang agung harus lahir ke dunia hanya untuk mengajak manusia masuk ke dalam surga. Lain dengan Islam yang mengatakan, Yesus adalah nabi yang diutus layaknya nabi-nabi sebelumnya.
“Dari situ saya memutuskan Islam agama yang benar,” ungkapnya.
Saat di bangku kelas III SMAN 2 Bandar Lampung, dirinya sempat bercerita tentang agama kepada seorang sahabat.
“Sahabat saya itu berkata, kenapa kamu tidak memeluk Islam sekarang saja,” ujarnya.
Pertanyaan tersebut sangat mengagetkan dirinya. Yolis memang berencana memeluk Islam saat perekonomiannya mapan.
Pertanyaan tersebut dibarengi dengan kata-kata, “yakinlah Yol, kalau bantuan Allah itu lebih dekat dari urat lehermu. Dia terus berlalu sambil berkata, sudahlah yakin saja.”
Keesokan harinya, niat Yolis memeluk Islam bertambah. Berbekal keyakinan, dia mencoba menumui seorang sahabat di Rohis SMAN 2 Bandar Lampung untuk meminta tolong mengislamkan.
“Kami berkumpul di sebuah pondok pesantren dan di situ saya memeluk Islam setelah mengucap dua kalimat syahadat, tepatnya 18 November 1998, menjelang Ramadan,” ujarnya.(*)
Laporan Arif Wiryatama, Wartawan Jejamo.com