“BESOK temani aku bareng Mas Arswendo ke bandara ya, Adian. Kamu tunggu di kantor aja. Nanti dari Gadingrejo kami mampir ke kantor dulu. Adian nanti ikut antar dia ke bandara.”
Itu perkataan Mas Kris. Nama lengkapnya Kristianto. Rekan kerja di Lampung Post. Saya tak seberapa ingat waktunya. Kira-kira tahun 2013. Saya masih di Desk Online waktu itu.
Mas Wendo yang disebut Mas Kris itu adalah Arswendo Atmowiloto. Penulis yang terkenal.
Novel yang kemudian menjadi film terkenal “Keluarga Cemara” lahir dari kreativitas dan imajinasi seorang Arswendo.
Kok Arswendo bisa sampai ke Lampung dan mau ke kantor Lampung Post segala?
Waktu itu Lampung Post bekerja sama dengan SMAN 1 Gadingrejo mengadakan semacam kemah sastra. Dan bintang tamu yang diundang salah satunya Arswendo Atmowiloto. Kristianto yang mendapat tugas dari kantor menemani Arswendo dalam acara itu dan mengantar ke bandara.
Begitu dapat kabar demikian, saya mengiyakan. Malam sebelum ketemu Mas Wendo, satu buku beliau, “Mengarang Itu Gampang” saya bawa.
Saya hendak meminta tanda tangan dia di buku itu. Sebuah kebanggaan bisa bertemu penulis jempolan seperti Arswendo.
Besoknya Mas Kris jelang zuhur tiba di Lampost. Dia mengendarai Blazer yang saban hari dipakai. Mas Wendo duduk di depan.
Begitu datang, Kris membawa Arswendo berkeliling kantor. Pegawai kantor yang sedang bekerja menyalami Mas Wendo.
Sosok yang benar-benar ramah. Pakaiannya sederhana, kemeja putih digulung, raut muka selalu dengan senyum mengembang, dan rambut panjang sepundak lebih sedikit.
Tak lama Mas Wendo di Lampost. Ia mesti segera balik ke Jakarta. Saya ikut Mas Kris mengantar Mas Wendo ke bandara.
Perjalanan kurang lebih empat puluh menit ke bandara saya isi dengan mengobrol ringan. Buku yang sudah saya bawa, saya sodorkan.
“Adian ini juga penulis, Mas.” Mas Kris bilang begitu.
“Oh iya, wah, senang ketemu sesama penulis,” kata Arswendo.
Saat saya menyodorkan buku untuk ditanda-tangani, Mas Wendo segera membubuhkan tanda tangan dan menarik kalimat pendek.
Ia menulis begini di buku itu: Disertai Salam buat Adian, sesama penulis.Dari pengarang buku ini “Arswendo”, saat ke sana di Lampung.”
Sepanjang perjalanan, Mas Wendo mengapresiasi geliat sastra di Lampung. Ia senang anak-anak muda di Lampung suka dengan sastra.
Setidaknya, kemah sastra yang diinisiasi Lampung Post menjadi pemantiknya.
Saya hanya banyak mendengar kala itu. Mas Wendo bicaranya cepat. Berisi. Ringan. Ceplas-ceplos. Ketawanya lepas. Selepas-lepasnya.
Kalau ia tertawa, deretan gigi putihnya terlihat. Kelihatan selalu gembira dan optimistis.
Nama Arswendo sudah saya baca sejak saya SD.
Kebetulan waktu itu, kurang lebih tahun 1990-an, ia memimpin tabloid Monitor. Mas Wendo bikin heboh. Monitor bikin jajak pendapat orang paling paling dikenal pembaca Monitor. Lewat kartu pos, pembaca mengirim pilihan mereka.
Nama Presiden Suharto dan Iwan Fals ada di deretan atas, nomor ke-11 Nabi Muhammad Saw.
Mas Wendo mendapat pelajaran berharga waktu itu. Meski Monitor sudah minta maaf, desakan waktu itu akhirnya membuat Arswendo masuk penjara.
Selepas itu, nama Arswendo berkibar lagi. Satu ceritanya bertajuk “Keluarga Cemara” kemudian menjadi fenomenal.
Dari biodata di buku “Mengarang Itu Gampang”, kita jadi tahu sekelumit siapa Arswendo. Mas Wendo kelahiran Solo, 26 November 1948.
Dari kecil ia suka memainkan wayang kulit. Ini masih ia mainkan saat mengikuti program penulisan kreatif di Iowa University tahun 1979. Hebat benar memang orang ini.
Arswendo sangat aktif menulis kolom. Ia memproduksi sinetron yang terbilang legendaris yakni Menghitung Hari, Vonis Kebagian, dan apa lagi kalau bukan Keluarga Cemara.
Mas Wendo juga pernah memimpin majalah Hai, selain di Monitor. Di buku ini ditulis, selain berceramah, pekerjaan sampingannya adalah melamun.
Hari ini profil yang saya tulis di kolom sederhana ini wafat. Usianya 70 tahun. Selamat jalan Mas Wendo. Setidaknya saya setuju dengan Anda bahwa menulis itu gampang. Segampang saya menulis kolom perihal Anda ini. []
(Adian Saputra adalah Pemimpin Redaksi Jejamo.com dan gomuslim.co.id)