Jejamo.com, Kota Metro – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Metro meminta organisasi perangkat daerah (OPD) setempat lebih tegas dan lugas menyikapi peredaran minuman keras (miras) di Bumi Sai Wawai.
Sebelumnya pada Kamis, 1 Desember 2022, Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Metro bersama Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP), didampingi Satuan Pamong Praja (Satpol PP), aparat Polres Kota Metro, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) Provinsi Lampung melakukan monitoring ke sejumlah lokasi yang diduga menjual minimal beralkohol.
Dari sebanyak delapan toko sembako yang didatangi tim gabungan dalam monitoring itu, tiga di antaranya didapati menjual minuman beralkohol, yakni Toko Sembako Sumarsono di Jalan Raya Stadion Metro Timur, Toko Sembako Aliong Jembatan Hitam Metro Barat, dan Toko Yanto di Jalan AH Nasution Metro Timur. Dari hasil pemeriksaan Badan POM, jenis miras yang ditemukan masuk dalam golongan A dan C.
Kendati demikian, meski telah jelas terdapat larangan peredaran miras di Kota Metro, tim gabungan Disdag dan Forkopimda Metro hanya sebatas memberi imbauan kepada pedagang untuk membatasi penjualan miras. Sementara mengenai sanksi hukumnya, belum dilakukan dengan alasan peraturan daerah yang mendasarinya baru akan direvisi pada 2023.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Metro, Indra Jaya merasa heran karena regulasi mengenai miras sudah jelas dan peredarannya dilarang di Metro.
“Ya kalau jelas dilarang, maka seharusnya bukan sekadar diimbau saja dong. Perda atau perwali yang ada sekarang ini, selama itu belum dicabut dan tidak bertentangan dengan aturan di atasnya, maka masih legal dan tetap dapat dilaksanakan,” ujarnya saat dikonfirmasi Jejamo.com di ruang kerjanya, Senin, 19/12/2022.
Indra Jaya menilai perangkat daerah lemah dalam memahami regulasi karena masih banyak regulasi yang bisa dijadikan dasar dalam mengambil tindakan tegas terkait.
“Apabila perda masih akan direvisi, bukan berarti miras bebas beredar juga kan? Ada regulasi induknya lo. Misalnya Permendag Nomor 26 tahun 2021. Untuk miras golongan A, izin Surat Keterangan Penjualan Langsung (SKPL)-nya itu benar diterbitkan oleh kementerian langsung dalam bentuk Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU), maka golongan ini boleh nih izin dari kementeriannya langsung. Namun, untuk SKPL miras golongan B dan C, itu diterbitkan oleh gubernur, wali ota atau bupati, dan itu butuh verifikasi tim teknis dalam hal ini Disdag dan PTSP. Nah, ini sudah dijalanin belum sama mereka?” jelasnya.
“Misalnya syarat yang harus dipenuhi itu harus ada rekomendasi dan verifikasi dari dinas terkait. Nah, ini sudah didapat atau belum? Cek dulu itu harusnya! Kalau belum didapat, artinya kan ada pelanggaran tuh di perizinan itu, dan itu ya tugasnya mereka lah yang menanyakan soal izin itu. Gimana sih,” cetusnya.
Selain itu, Indra Jaya juga menyayangkan Satpol PP yang semestinya bersikap dan bertindak sesuai perda, mengingat salah satu fungsinya sebagai penegak perda.
“Soal peredaran miras itu, ini masih dalam kategori tindak pidana ringan (tipiring), itu artinya masih dalam kewenangannya Satpol PP Kota Metro. Jadi soal perizinan misalnya, seandainya mereka pedagang miras itu tidak punya izin, maka itu juga mestinya jadi wilayah kerjanya Satpol PP,” tandasnya.
Terakhir, Wakil Ketua Komisi 1 DPRD Kota Metro itu mengimbau OPD terkait agar kembali meninjau regulasi soal peredaran miras. Dia merujuk ke beberapa aturan mengenai itu, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, lalu PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, kemudian Permendag Nomor 26 Tahun 2021 yang juga mengatur adanya surat-surat penunjukan perseroan dan sebagainya, serta Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor 4 Tahun 2021 yang mengatur tentang pedoman dan tata cara pelayanan perizinan berusaha berbasis risiko dan fasilitas penanaman modal.
Minuman beralkohol yang dikategorikan sebagai minuman keras sendiri terbagi dalam 3 golongan, yaitu minuman dengan kadar etanol 1-5 persen dikategorikan sebagai minuman keras golongan A, lalu minuman dengan kadar etanol 5-20 persen tergolong minuman keras golongan B, dan minuman dengan kadar etanol golongan C mengandung etanol 20-55 persen.(*)[Anggi]