Jejamo.com – Pergelaran seni yang dibuat oleh seniman Natasha Gabriella Tontey dengan konsep makan mayit menuai kontroversi. Banyak pihak menyayangkan karya yang berbau kanibalisme tersebut. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise bahkan mengecam keras karena dianggap melanggar norma kepatutan.
Dalam pergelaran seni itu, dilakukan semacam perjamuan makan malam yang menyajikan camilan berbentuk janin, potongan-potongan boneka bayi, dan sajian horor lain.
Dalam beberapa foto yang diunggah netizen di dunia maya, terlihat beberapa orang berpartisipasi dalam acara tersebut. Mereka berperan seakan-akan ‘memakan mayat’ meski sebenarnya hanya menyantap makanan biasa yang disajikan di wadah berbentuk bayi.
Menanggapi hal ini, psikolog klinis dari Tiga Generasi, Sri Juwita Kusumawardhani MPsi., Psikolog atau Wita mengatakan konten disturbing bisa dianggap wajar oleh orang-orang dengan pemikiran yang tidak umum.
“Sehingga persepsi dalam melihat suatu hal juga berbeda dengan orang kebanyakan,” kata Wita seperti dilaporkan detik.com.
Wita menambahkan, ada pula konten mengganggu sebut saja seperti konten di acara TV Show ‘My strange addiction’. Misalnya, ada seseorang yang ‘hobi’ makan rambut, menurut Wita itu juga sebenarnya menjijikan. Tapi itu lebih merujuk ke kebiasaan, di mana ada pemicu yang membuat ia memulai kebiasaan tersebut.
“Namun, peristiwa perjamuan makan mayit itu lebih ke pemikiran yang tidak lumrah,” kata wanita yang juga praktik di Lembaga Psikologi Terapan UI ini.
Wita mengatakan, makan memang merupakan proses pemenuhan kebutuhan secara biologis. Meski sebenarnya kita tidak hanya menikmati proses makannya saja tapi juga memanjakan mata dengan tampilan makanan tersebut.
“Bukan hanya penyajian, misalnya campuran berbagai warna pada satu hidangan. Dan kita pun menikmati aromanya sehingga kalau sedang flu misalkan, makanan seenak apa pun rasanya enggak ada kan?” kata Wita.
Nah, bagaimana seseorang mengapresiasi hidangan dan norma yang dianut tentunya berpengaruh banyak. Wita mengatakan jika dia berasal dari keluarga atau budaya yang mengajarkan untuk menghormati proses makan dengan tidak kentut atau bersendawa saat makan misalnya, tentunya akan sangat mengganggu ketika bertemu dengan orang yang berbeda normanya.(*)
Detik.com