Jejamo.com – Kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mulai merasakan efek dari hancurnya perekonomian setelah sejumlah pemasukannya dirusak. Dana yang mulai menipis membuat para pejuangnya mulai enggan berperang di garis depan medan laga. Keterangan itu disampaikan Deputi Komando Perlawanan Koalisi ISIS Mayor Jenderal Peter E. Gersten kepada wartawan, Selasa, 26/4/2016.
Pernyataan itu diperkuat dokumen internal ISIS mengenai perjuangan kelompok itu memperoleh dana tunai untuk membiaya sejumlah keperluan. ISIS juga meminta para pejuangnya hemat listrik dan tidak menggunakan mobil organisasi demi kepentingan pribadi.
“Moral para pejuang ISIS mulai menurun. Bahkan, dalam beberapa kasus, para dokter menolak bertugas di garis depan,”tulis dokumen tersebut.
Gersten mengatakan kepada wartawan, serangan terhadap keuangan ISIS dan personelnya telah mengurangi semangat pejuang asing yang bergabung dengan ISIS, dari 1.500-2.000 per bulan menurun menjadi 200 per bulan.
“Kami saat ini menyaksikan kian meningkatnya jumlah pejuang yang desersi, termasuk penurunan moral. Kami melihat ketidakmampuan mereka membayar gaji. Para pejuang mulai meninggalkan ISIS,” ucap Gersten.
Sejak Oktober 2015, Amerika Serikat selaku pemimpin pasukan koalisi perang melawan ISIS menggempur sasaran infrastruktur industri minyak dan fasilitas penyimpanan dana tunai milik ISIS sebagai upaya melibas sumber keuangan kelompok tersebut.
Gersten menuturkan serangan pasukan koalisi telah berhasil menghancurkan US$ 300-800 juta atau sekitar Rp 3,95-10,5 triliun. Dia berjanji serangan akan berlanjut untuk menghancurkan keuangan ISIS.
“Jika mereka memperoleh tagihan satu dolar di jalan untuk membangun senjata, saya akan ke sana untuk mendapatkan satu dolar itu,” kata Gersten.(*)
Tempo.co