Senin, November 11, 2024

Top Hari Ini

Terkini

LBH Bandar Lampung, AJI dan LBH Pers Gelar Diskusi Kekerasan Terhadap Jurnalis

Diskusi di kantor LBH Bandar Lampung, Jumat, 22/9/2017 | ist
Diskusi di kantor LBH Bandar Lampung, Jumat, 22/9/2017 | ist

Jejamo.com, Bandar Lampung– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung dan LBH Pers Lampung,  menggelar diskusi dengan tema “Profesionalisme dan Kekerasan Terhadap Jurnalis” diskusi berlangsung di kantor LBH Bandar Lampung di Jalan MH Thamrin, Gotongroyong, Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung, Jumat, 22/9/2017.

Diskusi tersebut dihadiri, Ketua AJI Bandar Lampung Padli Ramdan, Direktur LBH Bandar Lampung Alian Setiadi, Ketua Pusat Kajian Kebijakan Publik dan HAM Fakultas Hukum Universitas Lampung Dr Tisnanta, Ahli Pers yang juga wartawan senior Oyos Saroso HN, dan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Lampung Nur Rakhman Yusuf, Ketua IJTI Lampung Aris Susanto, Pimred Lampung Ekspres Adolf Ayatullah, Ketua Fortalin Lampung Juniardi dan mahasiswa, serta sejumlah undangan lainnya.

Dalam diskusi tersebut, Direktur LBH Bandar Lampung Alian Setiadi mengatakan, saat ini kekerasan terhadap jurnalis masih marak. Namun, pada banyak kasus tidak pelaku kekerasan diproses secara hukum dan dikenai sanksi.

“Kekerasan terhadap profesi Pers seolah-olah dipandang sebelah mata. Karena, di undang-undang pers yang merupakan produk pasca reformasi tapi saat ini catatan masih banyak,” ujarnya.

Hal senada disampaikan, Ketua AJI Bandar Lampung Padli Ramdan mengungkapkan,  profesi wartawan rentan menjadi korban kekerasan dan pelecehan.”Agar terhindar dari pelecehan dan kekerasan pihak tertentu, jurnalis harus bekerja dengan standar profesionalisme yang tinggi, patuh pada kode etik jurnalistik, dan UU Pers,” paparnya.

Ia mengatakan dalam beberapa kasus, jurnalis justru menjadi pihak yang memicu terjadinya kekerasan. Untuk itu, wartawan harus tetap rendah hati dan mengedepankan kepentingan publik serta menjaga marwah profesinya.

“Wartawan jangan hanya menuntut pihak lain agar profesional, kita juga harus lebih profesional dalam menjalankan profesi ini. Profesi ini akan semakin dihargai jika orang-orang yang bekerja di dalamnya menjalankan tugas dengan standar etika yang baik,” kata dia.

Padli menambahkan, hanya wartawan profesional yang pantas serta berhak untuk dibela dan didukung jika menjadi korban kekerasan. Hal ini penting untuk menjaga agar tidak ada pihak yang menyalahgunakan profesi wartawan. “Jurnalis tidak bisa berlindung dibalik UU pers jika mereka tidak menjalankan kode etik dengan baik,” ungkapnya.

Sementara Tistanta mengatakan, diperlukannya tingkat kecerdasan dan pemahaman wartawan terhadap Undang-Undang pers harus ditingkatkan.”Karena, Setiap Undang-Undang, kita selalu melihat fatamorgana, yang berupa sanksi. Demikian juga dalam Undang Undang pers. Sanksinya memang berat, tapi siapa yang takut pada sanksi itu,”pungkasnya.(*)

Laporan Andi Apriyadi, Wartawan Jejamo.com.

 

 

 

Populer Minggu Ini