Jejamo.com, Lampung Selatan – Petani terancam pidana penambangan liar. Hal itu tergantung pada putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Kalianda yang mengadili perkara terdakwa Sambudi dengan nomor perkara 328/Pid.Sus-LH/2018/PN.Kla.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tani Lampung Arif Hidayatullah menyampaikan petani memiliki kepentingan langsung atas putusan perkara ini karena kasus ini terkait dengan pemanfaatan tanah pasir yang dijadikan lahan pertanian oleh petani agar lahannya dapat lebih produktif sehingga mempunyai nilai ekonomis tinggi.
“Kami meminta majelis hakim arif dan bijaksana bila memutus lepas dari tuntutan. Nasib petani dipertaruhkan di sini,” ujar Arif selaku kuasa hukum terdakwa Sambudi dalam siaran pers yang diterima jejamo.com hari ini.
Menurutnya, jika pengadilan berpendapat perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti tetapi perbuatan itu tidak merupakan pidana, terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
“Peristiwa hukum itu benar ada, tapi itu bukan perbuatan pidana,” imbuhnya.
Kasus dugaan penambangan pasir ini bermula ketika terdakwa membantu pemilik lahan sawah untuk diubah menjadi kolam ikan.
Tanah seluas 650 meter persegi itu disedot kandungan pasirnya sebelum dibuat kolam.
Berdasarkan keterangan yang terungkap di persidangan, ia mengatakan, kandungan pasir yang digali dengan cara disedot cukup banyak, sehingga akhirnya pasir itu dijual atas persetujuan bersama dengan pemilik sawah.
“Penyedotan pasir baru berjalan kurang lebih dua hari. Dan hasil penjualan pasir juga dibagi dan untuk modal membuat kolam,” jelas mantan Sekretaris Jenderal LMND itu.
Menurutnya, kliennya hanya korban dari penegakan hukum yang tidak adil. Pasalnya, kegiatan penyedotan pasir di wilayah candipuro sudah berlangsung cukup lama sejak tahun 1990-an dan rata-rata para petani melakukan hal itu untuk meningkatkan produktivitas lahan.
Namun berbeda sekali dengan cara pandang aparat penegak hukum, Arif menyampaikan kliennya menjadi pesakitan hanya karena menjual hasil penyedotan pasir tanpa izin dan dikenakan pasal pidana Undang-Undang Minerba.
“Sejak dulu tidak pernah ada sosialisasi bahkan larangan dari pemerintah terkait penyedotan pasir di sana. Jangan karena kesalahan negara yang cuek dengan kesejahteraan petani, rakyat dijadikan korban,” jelasnya.
Ia menambahkan, saksi mengatakan penangkapan kliennya dikarenakan letak penyedotan pasirnya berada di pinggir jalan, sehingga dianggap mencolok. Sedangkan aktivitas penyedotan pasir lainnya berada di dalam kebun.
Saksi-saksi lain yang dihadirkan dalam persidangan, mulai dari Kepala Desa Titiwangi dan warga mengatakan, penyedotan pasir ini efeknya sangat positif karena bisa membuat tanah yang tadinya tidak produktif menjadi produktif.
Tanaman tumbuh subur karena tanahnya menjadi lebih baik dan membuat pendapatan warga meningkat.
“Pemerintah harus aktif menyikapi hal ini, petani harus dibina dan diajarkan cara mengelola lahan yang baik itu seperti apa,” tegas advokat muda yang sedang intens mendampingi beberapa konflik agraria di Lampung.
Dia mengingatkan selama ini pemerintah tidak pernah memberikan pengetahuan kepada masyarakat petani, apakah penyedotan pasir untuk kepentingan peningkatan kualitas tanah pertanian melanggar atau tidak.
“Ahli yang dihadirkan penuntut umum pun bilang untuk dapat izin usaha penambangan. Luas lahan wajib minimal lima hektare. Nah bagaimana dengan luasan yang hanya enam ratus lima puluh meter persegi,” tuturnya.
Majelis Hakim yang diketuai I Gede Putu Saptawan, S.H., M.Hum., dan beranggotakan Yudha Dinata, S.H., serta Dodik Setyo Wijayanto,S.H. menjadwalkan agenda sidang pembacaan putusan pada hari Rabu mendatang.
Sementara itu, Ketua DPD NasDem Lampung Selatan Wahrul Fauzi Silalahi mengatakan, partainya ikut memantau perkembangan perkara yang sedang ditangani LBH Tani di pengadilan.
“Kasus ini akan berdampak terhadap petani yang mencoba atau sudah melakukan kegiatan penyedotan pasir guna meningkatkan produktivitas lahannya sendiri,” ujar Fauzi.
Dia berharap majelis memutus perkaranya juga mempertimbangkan kepentingan masyarakat luas dan berani membuat terobosan hukum terkait perkara ini.
“Kepastian hukum dan kemanfaatan hukum penting dijadikan pertimbangan sebelum memutus perkara,” jelasnya dalam rilis.(*)