Jejamo.com, Bandar Lampung – Memasuki liburan akhir tahun 2017, Jumat, 29/12/2017, sejumlah pengunjung dalam dan luar kota Bandar Lampung mulai meramaikan kembali beberapa destinasi pantai di pesisir Teluk Lampung. Kondisi cuaca hujan tak menyurutkan pengunjung pergi untuk berlibur di pantai-pantai yang terkenal di Lampung.
Sejumlah mobil berpelat nomor polisi luar Provinsi Lampung memadati Jalan RE Martadinata Telukbetung, Kota Bandar Lampung, sejak Jumat pagi. Kemacetan arus lalu lintas di jalan satu-satunya yang menuju berbagai destinasi pantai di pesisir Teluk Lampung tak dapat dielakkan.
“Seharusnya, pemerintah kota atau pemerintah kabupaten melebarkan jalan menuju tempat-tempat wisata di Teluk Lampung tersebut. Kalau liburan, kendaraan selalu padat merayap jalannya sempit, habis waktu di jalan,” kata Dedi, warga Palembang yang berlibur di Pantai Sari Ringgung, Kabupaten Pesawaran.
Menurut dia, banyak kawasan wisata pantai di pesisir Teluk Lampung yang mampu menarik wisatawan lokal dan nusantara. Namun, infrastruktur jalan dan fasilitas yang ada di pantai tersebut masih sangat minim. “Orang mau pergi ke tempat wisata, kalau jalannya bagus mulus dan lebar,” ujar bapak berputra tiga tersebut.
Wisatawan lokal luar Lampung yang berkunjung ke pantai tampak dari pelat nomor polisi kendaraannya yakni dari Palembang, Banten, Bogor, Jakarta, dan Jambi. Pengunjung banyak yang berlibur ke pantai-pantai terkenal di internet, seperti Pantai Sari Ringgung, Pantai Klara, Pantai Mutun, Pulau Pahawang, Pasir Timbul, bahkan ada yang berani mengajak keluarga ke Pantai Teluk Kiluan yang jarak perjalanannya empat jam.
Menurut Heri, warga Jakarta, ia dan keluarga tertarik untuk melihat keindahan alam bawah laut di Pulau Pahawang. Ia mengetahui destinasi Pulau Pahawang dari media sosial yang diposting netizan. Ia terpaksa merogoh uang sewa kapal seharga Rp 800 ribu dan menyewa alat renang dan menyelam. Memang cantik alam bawah lautnya, ujarnya.
Sedangkan di Teluk Kiluan, dari Kota Bandar Lampung sekitar empat jam tersebut, pengunjung diharapkan dapat menginap sehingga keesokan pagi harinya dapat melihat lumba-lumba. Dengan menyewa perahu nelayan, pengunjung bisa menikmati keindahan alam laut yang masih alami dan diselingi iring-iringan lumba-lumba yang saling berkejaran.
Pengunjung juga terpaksa merogoh uang saku yang bervariasi, karena tidak ada tarif resmi atau khusus. Tarif sewa kapal dan tempat penginapan warga berdasarkan negosiasi. Tarif bisa lebih murah atau juga lebih mahal, bergantung dengan banyaknya jumlah pengunjung atau saat musim liburan.
“Kalau liburan biasanya, harga sewa kapal dan penginapan mahal,” kata Aji, yang pernah menginap pada malam tahun baru lalu. Pada malam pergantian tahun tersebut, pengunjung banyak menghabiskan masa liburan di Teluk Kiluan sehingga tarif yang dipasarkan warga setempat lebih tinggi dari biasanya. Sehingga mau tidak mau warga yang sudah terlanjur ke sana menyetujui tarif tersebut.(Republika.co.id)