Rabu, Desember 18, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Melihat Prosesi Adat Marga Buay Takkhugak di Tanggamus

Budandan Gedung Marga Buay Takkhugak atau menghias gedung Marga Buay Takkhugak menjadi salah satu prosesi adat yang masih dilaksanakan hingga kini. | Zairi/Jejamo.com

Jejamo.com, Tanggamus – Marga Adat Buay Takkhugak, menjadi salah satu marga di Lampung yang masih menjaga tradisi adat secara turun temurun. Seperti pada tradisi Nayuh Agung atau pernikahan pangeran marga yang disebut Ngakuk Khatu, Nyunat Makhanai Batin Marga, di mana prosesi adat sakral tersebut dilaksanakan dengan meriah.

Menjelang Nayuh Agung tersebut terlihat antusiasme dan ramainya para penyimbang suku dan penyimbang pengawa. Mereka hadir untuk menghias atau Budandan Gedung Marga Buay Takkhugak jelang acara yang akan dihelat pada Sabtu 27 November mendatang.

Selama dua hari, 14 penyimbang suku dan 19 penyimbang pengawa bergotong royong mempersiapkan perlengkapan menjelang acara Nayuh Agung Marga tersebut, dimulai dari menghias gedung marga atau rumah pangeran.

Kepada Jejamo.com, Pangeran Marga Buay Takkhugak Gelar Pangeran Yaa Sangun Ratu Dua mengatakan, kegiatan budandan tersebut sudah menjadi tradisi adat secara turun temurun yang berlaku di Marga Buay Takkhugak, 15 hari menjelang dilaksanakanya Nayuh Agung, Ngakuk Khatu, ataupun Nyunat Makhanai Batin.

Para penyimbang suku dan pengawa akan bergotong royong mempersiapkan perlengkapannya. Mulai dari menghiasi gedung marga, dengan memasang lalidung dan tikhai pada dinding gedung, memasang laluhuk atau plafon dengan warna warni sesuai dengan urutan dan kebesaran pakaian penyimbang suku dan pengawa.

Selain menghiasi  gedung, jelas Pangeran Yaa Sangun Ratu Dua, di dalam gedung juga dibuatkan puade, katibin, ilat marga babai bakas, giwang khatu, dan khaddaian yang semuanya melambangkan keindahan, kebesaran, kebersamaan, mengayomi dan gotong royong.

Adapun ranjang ratu atau ilat marga di ruangan lapangan agung, tempat istirahat dan pakhwatinan khatu bersama para istri penyimbang suku dan pengawa berkumpul, kelama dan besan perempuan. Sementara ilat marga di ruangan beranda merupakan tempat pakhawatin pangeran, bersama penyimbang suku dan penyimbang pengawa, kelama juga sabai laki-laki.


Pembuatan tempat yang akan digunakan pangeran dan ratu Marga Buay Takkhugak saat arak-arakan. | Zairi/Jejamo.com

Kemudian dilanjut dengan prosesi pembuatan juli, yang diberi hiasan adat serba putih melambangkan status sosial dalam adat, yang nantinya akan ditempati pangeran dan khatu saat arak-arakan agung. Juli tersebut diusung oleh orang kepercayaan penyimbang suku dan penyimbang pengawa.

“Dalam adat Marga Buay Takkhugak, juli hanya bisa dipakai dalam acara adat agung pernikahan makhanai batin (anak laki-laki pertama) dan mulli batin (anak kedua perempuan), dan nyunat makhanai batin, artinya tidak semua penyimbang adat bisa memakainya,” jelas Pangeran Yaa Sangun Ratu Dua, Kamis, 18/11/2021.

Ada juga awan gemisikh, yang akan ditempati tamu-tamu terhormat pangeran saat arak-arakan agung. Pada prosesi tersebut di barisan depan ditampilkan seni bela diri pitcak khakkot, yang dikawal hulubalang bersenjatakan pedang dan tombak, sebagai upaya untuk mengamankan jalannya arak-arakan.

Selanjutnya di barisan belakang, iring-iringan pasangan pengantin sebagai dayang-dayang, dari setiap penyimbang suku dan penyimbang pengawa. Disusul dengan arak-arakan seni budaya seperti talaga khumung, bardah, hadra, yang dimainkan oleh orang dewasa serta kesenian khudat yang dimainkan oleh muli mekhanai.

Ditambahkannya, saat sang pangeran dan ratu mau berangkat arak-arakan sebelum menaiki juli, pangeran dan ratu akan berjalan menginjak jajjalan yang merupakan kain berwarna warni yang disiapkan penyimbang suku dan penyimbang pengawa. Begitu juga usai arak-arakan saat turun dari juli dan hendak memasuki gedung.

Setelah masuk gedung marga, pangeran dan ratu akan duduk di kursi (katibin) lalu dilakukan prosesi ngakhop akhop, sebelum keduanya naik dan duduk di kursi pelaminan atau kursi kebesaran puade.

Sementara prosesi daduwai, yang dilaksanakan satu hari sebelum Tayuh Agung, sang ratu diarak menuju kali atau way balak, dikawal oleh hulubalang dan diiringi dayang-dayang. Di sana ratu akan bulangikh atau melakukan penyucian diri sebelum dinobatkan menjadi Ratu Marga Buay Takkhugak.(*)[Zairi]

Populer Minggu Ini