Jejamo.com, Tulangbawang Barat – Selain mewakili kearifan lokal dan kekayaan adat istiadat, prosesi begawi adat Lampung menjadi acara yang kental akan nilai-nilai kesopanan dan saling menghormati.
Hal ini tergambar pada pelaksanaan acara adat yang digelar Akhmadi Ibrahim yang merupakan bagian dari adat Pepadun Suku Libo di Tiyuh Karta Mergo Buwai Bulan di Kabupaten Tulangbawang Barat pada Minggu malam, 2/07/2017.
Ada beberapa rangkaian acara yang harus dilakukan untuk menggelar acara adat ini di antaranya Peppung Tiyuh, Peppung Mergo, Cangget Rayahan, Nerimo Anjau, Cangget Agung, Turun Duwai, dan Mepadun.
Dalam proses pelaksanaan Cangget Agung akan dihadirkan bujang dan gadis adat yang berasal dari 66 pepadun di Tiyuh Karta yang masing-masing akan mengirimkan utusan bujang dan gadis untuk mengikuti acara adat dengan cara di-sussung atau dijemput secara adat.
Para bujang dan gadis yang akan mengikuti acara tersebut akan dijemput secara adat satu demi satu dari rumah mereka masing-masing oleh panitia adat. Saat Cangget Agung dilakukan akan terlihat nilai-nilai yang menjunjung etika sopan santun.
Rombongan panitia nyussung (penjemput) berarakan membawa payung putih diiringi dengan tabuhan gong saat hendak mendatangi rumah adat yang akan mengirimkan utusan bujang dan gadis.
Selanjutnya, penglakou atau panitia adat menyampaikan tujuannya kepada tuan rumah dengan cara duduk berjongkok, untuk menjemput bujang dan gadis yang akan diutus menghadiri acara begawi adat.
Setelah mendapatkan restu dari orang tua atau pemilik rumah, sang gadis yang telah berpakaian adat, bagai putri raja dipagari oleh panitia dengan kain putih, diarak menuju tempat begawi diringi suara tabuhan gong yang tiada henti.
Rombongan juga disambut dengan tabuhan kulintang yang ramai berdeting dan deguman suara gong yang di tempat begawi. Sang gadis adat dipersilakan duduk di atas kasur yang telah disiapkan. Setelah kehadiran para bujang gadis dianggap cukup, acara dilanjutkan dengan bermacam tarian adat.
Akhmadi Ibrahim mengaku termotivasi untuk ikut serta melestarikan adat istiadat sehingga rela menggelar begawi adat Lampung yang menelan biaya hingga ratusan juta rupiah.
Pria bergelar adat Minak Pecalang Dalem ini merupakan bagian dari keluarga Pepadun Suku Libo yang merupakan satu dari enam puluh enam Pepadun di Tiyuh Kerto, Marga Buwai Bulan.
Menurut Akhmadi Ibrahim, menggelar begawi adat Lampung merupakan upayanya melestarikan warisan budaya pepadun dari orangtuanya.
“Selama dua tahun terakhir saya sudah merencanakan dan berupaya untuk melaksanakan pesta adat semacam ini. Walau terasa berat, berkat dukungan dari keluarga dan panggilan jiwa akan kecintaan terhadap adat budaya Lampung, pesta adat ini bisa terlaksana,” katanya.
Laki-laki yang mengabdi sebagai PNS di Pemkab Tulangbawang ini menuturkan, untuk menggelar acara begawi adat Lampung sebagaimana yang dilaksanakan akan sangat menyita waktu, tenaga, konsentrasi, dan dana yang cukup besar.
“Dasar melakukannya bukan karena kesombongan. Kami ingin memberikan contoh kepada generasi yang lebih muda agar tetap melestarikan adat budaya sehingga tidak punah sampai akhir zaman,” pungkas Akhmadi.(*)
Laporan Buhairi Aidi dan Mukaddam, wartawan jejamo.com