Jejamo.com – Banyak iklan minuman isotonik yang mengaku dapat melindungi tubuh dari dehidrasi. Lalu apakah klaim mereka itu dapat dibenarkan secara klinis? Elvina Karyadi, dokter spesialis gizi klinis dari lembaga Micronutrient Initiative, menyebutkan dehidrasi adalah kondisi kekurangan cairan yang diperlukan tubuh karena keadaan tertentu.
Cara mengatasi dehidrasi, dia melanjutkan, tidak bisa dipukul rata. Beda umur dan berat badan, beda pula kebutuhan cairan seseorang. “Kecepatan pengosongan dan penyerapan cairan di usus kecil setiap orang berbeda-beda. Ini juga perlu diperhatikan,” kata Elvina, Senin, 4/4/2016.
Menurutnya, untuk mengetahui kebutuhan cairan, seseorang harus mengenali dulu kondisi tubuhnya. Misalnya dengan merunut aktivitas yang dilakukannya. Contohnya, seseorang yang habis berolahraga tentu membutuhkan cairan lebih banyak dibanding orang lain yang lebih santai saja.
Karena itu, setiap orang dapat mengalami beragam jenis dehidrasi. Elvina membaginya berdasarkan keluarnya cairan dan tingkat keparahan. Berdasarkan keluarnya cairan, dehidrasi terbagi menjadi hipotonik, yaitu air yang keluar lebih banyak daripada ion, termasuk natrium; isotonik, yaitu air dan ion terbuang dalam jumlah sama; dan hipertonik, yaitu ion keluar lebih banyak ketimbang air. Klasifikasi ini yang dijadikan acuan dalam memilih rehidrasi alias cara mengatasi masalah tersebut.
Penyebabnya bermacam-macam, dari aktivitas fisik sampai diare. Selain merasa haus, Elvina melanjutkan, orang yang mengalami dehidrasi bisa diketahui dari mata yang cekung, gelisah, tidak berfokus, dan lemas.
Sementara itu, Grace Tumbelaka, pakar kedokteran olahraga dari Rumah Sakit Pusat Pertamina, membagi tingkat keparahan dehidrasi berdasarkan keluarnya cairan. Dehidrasi disebut ringan apabila jumlah cairan yang keluar di bawah 5 persen dari berat badan. Bila cairan yang keluar 5-10 persen, dehidrasi tergolong sedang. “Kalau sudah di atas 10 persen, itu dehidrasi berat,” ujar Grace.
Kedua dokter sepakat, untuk mengatasi dehidrasi, diperlukan analisis kondisi tubuh seseorang guna menentukan cairan yang diperlukan. Bila seseorang menderita dehidrasi hipotonik, diberikan cairan hipotonik alias minuman yang lebih banyak mengandung air daripada natrium. Bila yang dialami dehidrasi isotonik, yang diberikan adalah cairan isotonik. “Cairan isotonik biasanya tidak terlalu banyak mengandung karbohidrat dan gula,” ujar Grace.
Sedangkan untuk penderita dehidrasi hipertonik, diberikan cairan hipertonik yang biasanya lebih banyak mengandung gula dan karbohidrat. “Sebab, pada hipertonik, cairan yang keluar lebih banyak adalah glikogen, sehingga diperlukan karbohidrat dan gula untuk mengganti glikogennya,” ujar dokter yang juga berpraktek di Rumah Sakit Jakarta tersebut.
Sedangkan untuk penggemar kopi, Grace melanjutkan, minum air putih memang diperlukan. Sebab, kopi mengandung zat diuretik, yang sifatnya mengeluarkan cairan dari tubuh. “Meski tidak sampai menyebabkan dehidrasi parah,” katanya.(*)
Tempo.co