Jejamo.com – Pengalaman mendapatkan pelecehan seksual yang dialaminya di bangku kelas 1 SMA, tak bisa dilupakan Maizidah. Hidupnya semakin menderita saat dia harus menikah dengan kakak kelas yang telah melecehkannya.
Waktu itu menikah adalah salah satu solusi sekaligus bentuk tanggung jawab laki-laki itu. “Akhirnya, saya dinikahkan dengan laki-laki yang memerkosa saya,” ujar Maizidah lirih pada malam penghargaan Perempuan Inspiratif Nova 2015 di sebuah restoran di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat.
Seiring berjalannya waktu, Maizidah harus menyadari bahwa menikah dengan orang yang merenggut kehormatannya adalah pilihan yang salah.
Sebagaimana dikutip di kompas.com, tidak ada satu hari pun Maizidah berhenti disiksa. Ditendang, dipukul, dan diludahi adalah hal biasa. Siksaan bahkan tidak berhenti ketika dia hamil enam bulan. Perut buncitnya kala itu pernah diinjak sang suami.
“Bahkan, waktu itu kalau sampai pukul 12.00 saya belum disiksa saya bingung. Kok saya belum disiksa ya?” ujar dia.
Setelah anaknya lahir, suami Maizidah langsung meninggalkanya. Terpaksa ia mencoba memperbaiki masa depannya setelah menjadi orangtua tunggal.
Maizidah pun nekat untuk terbang ke luar negeri dengan menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Taiwan.
Akan tetapi, penderitaan Maizidah tak langsung terhenti. Perempuan gigih ini justru mengalami nasib mengenaskan. Dia hampir kembali diperkosa di negara itu.
Dengan penderitaan yang datang bertubi-tubui kepada dirinya, Maizidah akhirnya menjadi sosok yang penuh empati. Maizidah juga pernah dipenjara di Taiwan karena menjadi TKI ilegal. Sampai akhirnya, dia dideportasi, pulang ke Indonesia.
Sesampainya di rumah di kawasan Wonosobo, Jawa Tengah, Maizidah punya keinginan kuat untuk menghentikan segala deritanya.
Dia juga ingin membagi kekuatan dengan warga sekitar. Berbekal pengalamannya selama menjadi TKI, akhirnya Maizidah membentuk Kampung Buruh Migran (KBM) yang merupakan satu-satunya di Indonesia.
Tidak hanya sampai di situ, Maizidah juga mulai membenahi dirinya. Dia menempuh pendidikan untuk mendapat ijazah SMA.
Bahkan, baru tahun lalu dia menyelesaikan pendidikan S-1 di Universitas Bung Karno dan sudah diwisuda. “Saya juga baru saja mendapatkan beasiswa S-2 saya di Jerman,” ujar Maizidah. (*)