Jejamo.com, Tanggamus – Meski sudah ada jembatan penyeberangan, perahu rakit masih jadi alat transportasi primadona bagi warga Kecamatan Wonosobo dan Kecamatan Semaka di Kabupaten Tanggamus.
Setelah Pemkab Tanggamus membangun jembatan penyeberangan dua tahun lalu, saat ini masih tersisa dua unit perahu rakit yang melayani penyeberangan warga dari Kecamatan Wonosobo ke Kecamatan Semaka dan sebaliknya.
Elnahdori, pengemudi kendaraan roda empat penguna jasa perahu rakit mengatakan, memang saat ini ada dua jembatan penyeberangan, satu jembatan penghubung Pekon Banjarnegara Kecamatan Wonosobo dengan Pekon Kanoman Semaka dan jembatan merah penghubung Pekon Karanganyar Wonosobo dengan Pekon Karangrejo Semaka.
Namun, untuk melintasi kedua jembatan tersebut dirinya harus memutar sejauh 3 km. Oleh karena itu dirinya lebih memilih jalur tengah mengunakan rakit perahu yang menghubungkan Pekon Banjarsari Wonosobo dengan Sudimoro Semaka, karena dekat dibandingkan melintasi jembata, dan hanya membayar jasa penyeberangan Rp10.000.
Sementara itu, Liwon, operator perahu rakit mengungkapkan, dirinya sudah 30 tahun menjadi operator rakit tepatnya sejak tahun 1990. Menurutnya perahu rakit di sana sudah ada sejak tahun 1960, jauh sebelum dirinya tinggal di Lampung. Dulu perahu rakit masih mengunakan batang bambu dan hanya untuk penyeberangan orang saja.
“Kami mulai melayani penyeberangan dari jam enam pagi sampai jam enam sore dengan tarif Rp2.000 untuk kendaraan roda dua dan Rp10.000 untuk kendaraan roda empat. Sehari bisa menyeberangkan sampai seratusan kendaraan dengan penghasilan sekitar Rp300 ribuan, jauh kalau dibandingkan sebelum ada jembatan yang mencapai Rp900 ribuan per hari,” jelas Liwon, Sabtu, 20/2/2021.(*)[Zairi]