Bandar Lampung, Jejamo.com – Mahasiswa diminta mewaspadai paham ekstrimisme dan radikalisme yang sekarang ini banyak menyasar generasi muda.
Wakil Rektor Institut Teknologi Sumatra (Itera) bidang akademik, Mitra Djamal mengatakan, mahasiswa harus mampu menangkal paham-paham radikal, dan lebih kritis dalam menyikapi setiap informasi yang didapat dari dunia maya.
“Mahasiswa harus lebih mewaspadai paham ekstrimesme dan radikalisme yang saat ini banyak menyasar generasi muda,” kata Djamal saat membuka kuliah umum bertajuk Mewaspadai Penyebaran Paham Violent Extremism di Media Sosial dan Kampus, Rabu (27/11/2019) di Aula Gedung Kuliah Umum Itera.
Kegiatan yang diikuti ratusan mahasiswa tersebut menghadirkan narasumber Praktisi manajemen risiko spesialis pencegahan kejahatan dan antiterorisme bersertifikat, Dwi Haryoko R. Wirjosoetomo.
Di awal kuliah umum, mahasiswa diajak nonton bareng film dokumenter berjuduk Jihad Selfie karya Noor Huda Ismail. Film tersebut mengisahkan perjalanan para pemuda yang tertarik dengan narasi-narasi kekerasan ala ISIS yang bersumber dari internet.
Pemateri Dwi Haryoko R. Wirjosoetomo yang juga konsultan di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memaparkan, usia muda seperti mahasiswa amat rentan disusupi oleh ideologi ekstrem dengan kemasan agama yang justru bertentangan dengan nilai-nilai agama. Paham tersebut saat ini menyasar mahasiswa melalui media sosial yang semakin akrab dengan generasi muda dan menyusup di lingkungan kampus.
“’Mahasiswa hendaknya mengembangkan cara berpikir kritis setiap membaca berita atau narasi-narasi yang didapat lewat media sosial yang saat ini semakin mudah diakses. Minimal kita bisa menguraikan unsur 5W1H saat membacanya,” ujar Dwi Haryoko.
Selain itu, untuk menghindari paham ekstrimisme di kalangan mahasiswa, menurut Dwi Haryoko perlu ditumbuhkan rasa peduli antarsesama teman di lingkungan kampus. Jika mendapati ada teman yang mengasingkan diri atau mengikuti organisasi yang sifatnya tertutup dan eksklusif, hendaknya mahasiswa lain dapat melaporkan hal tersebut ke pihak kampus, untuk dapat melakukan pendeteksian lebih dini dan melakukan pembinaan.
Mahasiswa juga perlu memperkaya referensi dan mencari second opinion atau pandangan berbeda dalam menanggapi suatu isu agar pemikiran mahasiswa jauh lebih terbuka, rasional, dan tetap kontekstual. []