Dosen Fakultas Hulum Universitas Lampung
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali diuji. Kali ini dengan beberapa upaya pelemahan yang dilakukan, baik terhadap regulasi nya maupun terhadap personel pimpinannya.
Dalam hal regulasinya, saat ini baru saja disetujui oleh DPR, undang-undang mengenai kelembagaan KPK, yang didalamnya mengandung beberapa kontroversi. Salah satunya adalah masalah independensi KPK.
Hal yang diungkit adalah perlunya pengawasan yang lebih terhadap KPK agar tidak menjadi lembaga yang super body, sehingga dapat mengarah kepada abuse of power. Pengawasan terhadap KPK ini seperti mengunci beberapa hal yang selama ini dapat dilakukan oleh KPK secara independen.
Apalagi lembaga pengawas yang dimaksud direncanakan akan berada dibawah koordinasi presiden, yang tentunya akan menambah ketidakindependenan lembaga KPK, bahkan akan cenderung di bawa ke wilayah politis.
Tentunya hal ini mengawatirkan bagi eksistensi KPK. Dalam beberapa usulan disebutkan bahwa KPK akan dibatasi dalam hal melakukan tindakan-tindakan yang selama ini bisa dilakukan, seperti misalnya melakukan penyadapan dan operasi tangkap tangan.
Apa yang dilakukan oleh KPK sebenarnya dapat diambil sebagai ilustrasi seperti sedang melakukan pembasmian terhadap tikus yang sudah bersarang dan beranak pinak.
Membasmi tikus seperti ini tidak bisa dilakukan dalam satu kali operasi saja, melainkan berkelanjutan.
Sebab, bila hama tikus ini hendak betul-betul dihabisi, maka sampai tikus yang paling kecil dan sarangnya juga harus dibasmi. Bila dilakukan hanya sekali dan membasmi tikus yang tampak saja kemudian berhenti, maka besok atau lusa akan keluar tikus lain dan akan berkembang biak lagi.
Tindakan yang dilakukan juga harus bermacam macam, mulai dari menebar racun, memasang perangkap, hingga dikejar untuk ditangkap sebagaimana layaknya operasi tangkap tangan terhadap koruptor.
Ilustrasi tersebut sepadan untuk dikaitkan dengan upaya membasmi koruptor di Indonesia, yang hingga saat ini terus berkembang biak, mulai dari koruptor yang paling besar hingga koruptor kecil-kecilan.
Upaya luar biasa yang dilakukan selama ini saja tidak membuat para koruptor jera, apalagi upaya-upaya tersebut akan semakin dibatasi, tentunya akan membuat para koruptor menjadi senang.
Seperti yang dilakukan oleh negara-negara yang pernah berhasil memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya, biasanya lembaga anti korupsi akan diberikan kewenangan yang luar biasa dengan menjadikannya lembaga superbody, yang demikian kuat sehingga korupsi, koruptor, dan perilaku korupnya dapat diberantas sebersih-bersihnya, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Hongkong.
Setelah korupsi dapat diberantas sampai ke akar-akarnya, dengan indikator tidak ada lagi pihak-pihak yang tertangkap melakukan korupsi, maka lembaga tersebut dapat dikurangi kewenangannya.
Jadi pengetatan pengawasan terhadap KPK untuk saat ini belum dibutuhkan, apalagi selama ini di dalam tubuh KPK sendiri sudah ada dewan penasihat yang juga memberikan nasihat-nasihat serta secara tidak langsung juga mengontrol kerja KPK dalam melaksanakan upaya-upaya pemberantasan korupsi, pada sisi yang lain KPK juga sudah menjadi mitra DPR yang artinya juga mendapat pengawasan dari DPR.
Penambahan bentuk pengawasan dan pembatasan terhadap upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh KPK, untuk saat ini sejatinya memang merupakan upaya untuk melemahkan KPK itu sendiri. Jadi hendaknya pemerintah dan DPR jangan menjebak KPK pada situasi seolah di dukung, tapi pada kenyataannya dilemahkan.
Mungkin nanti ada saatnya KPK butuh pengawasan ketat dan pembatasan wewenang, namun belum untuk saat ini. Sejalan dengan hal tersebut, pertanyaan yang muncul adalah apakah korupsi di negara kita masih banyak terjadi atau tidak?
Tentu semua bisa menilai bahwa korupsi di negara kita masih banyak terjadi. Hingga untuk pemberantasan juga perlu tindakan yang luar biasa.
Membatasi ruang gerak KPK untuk saat ini rasanya merupakan tindakan keliru, karena para koruptor masih banyak ada di sekitar kita.
Mungkin setelah tingkat korupsi di negara kita menurun, saat itulah ruang gerak KPK perlu dibatasi, agar tidak memunculkan penyalahgunaan kewenangan. []