Oleh Decky Ferdiansyah
Mahasiswa Pascasarjana Studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung
Tema sustainable development (pembangunan berkelanjutan) telah menjadi kerangka kerja bersama seluruh bangsa di dunia tentang arah pembangunan global yang tertuang dalam dokumen Transforming Our World : The 2030 Agenda for Sustainable Development (UNSDS, 2015). Hakikat dari sustainable development adalah mengintegrasikan dan mengharmoniskan tiga pilar dalam pembangunan, yaitu pilar ekonomi, kesetaraan/sosial dan lingkungan.
Beberapa kalangan menyebutnya dengan “Triple E”, yaitu Economy, Equality, Ecology. Tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals/SDGs dalam dokumen tersebut memiliki 17 (tujuh belas) tujuan yang merupakan penyempurnaan dari MDGs (Millenium Development Goals/tujuan pembangunan milenium). Penyusunan dokumen SDGsini lebih komprehensif dengan melibatkan lebih banyak negara baik negara maju maupun negara berkembang, memperluas sumber pendanaan, menekankan pada hak asasi manusia, inklusif dengan pelibatan berbagai pihak seperti organisasi kemasyarakatan, media, filantropi, pelaku usaha, akademisi, pakar dan lain-lain.
Kegiatan SDGs/TPB di Provinsi Lampung
Pada tanggal 31 Oktober 2017 yang lalu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)Provinsi Lampung menyelenggarakan kegiatan Localizing Sustainable Development Goals (SDGs) in Lampung.Kegiatan tersebut diselenggarakan bekerjasama dengan United Nations for Development Programme (UNDP) Indonesia dan dihadiri oleh unsur Fokorpimda Provinsi, Bupati/Walikota, Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, pimpinan instansi vertikal, akademisi, kalangan dunia usaha, organisasi kemasyarakatan dan insan pers. Mengusung tema Penguatan Sinergi Pusat dan Daerah serta Pemangku Kepentingan dalam Mendukung Pencapaian TPB di Lampung dan Kontribusinya terhadap Nasional, kegiatan tersebut membahas 3 (tiga) isu utama, yaitu (1) Pengintegrasian SDGs/TPB dengan Dokumen Perencanaan Daerah (RPJMD) Provinsi/Kabupaten/Kota, (2) Meningkatkan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan pembangunan dengan menjadikan isu SDGs/TPB sebagai isu pembangunan bersama dan (3) Ketersediaan alat ukur kinerja berupa data yang berkualitas, terintegrasi dan mudah diakses. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, diresmikan pula kantor Bappeda Provinsi Lampung sebagai Sekretariat SDGs di Provinsi Lampung.
Kegiatan SDGs/TPB di Provinsi Lampung tersebut memiliki arti penting bagi pembangunan di Provinsi Lampung. Saat ini, isu pembangunan berkelanjutan merupakan isu dan kesepakatan global. Sebagai salah satu daerah yang memiliki potensi pembangunan yang cukup besar, Provinsi Lampung tentu harus juga memperhatikan kecendrungan global yang berlaku saat ini. Maka, pertanyaan yang akan muncul adalah dapatkah arah dan tujuan pembangunan di Provinsi Lampung selaras dengan SDGs/TPB? Apa saja tantangan untuk penerapannya di Provinsi Lampung?
Tantangan Pola Pikir
Tantangan pertama dalam upaya penerapan SDGs/TPB di Provinsi Lampung adalah tantangan pola pikir. Fitur utama dari konsep pembangunan berkelanjutan adalah integrasi dan harmonisasi dari Triple E (Economy, Equality, Ecology). Kenyataan yang ada saat ini, hampir semua arah pembangunan di Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung, masih berorientasi pada pilar ekonomi. Hal ini tampak pada indikator-indikator pembangunan yang didominasi dengan orientasi ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, angka inflasi, pengentasan kemiskinan, perluasan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur dan lain sebagainya.
Pada sebagiannya mungkin saja terdapat pilar kesetaraan/sosial, namun pilar lingkungan masih belum mendapat perhatian yang memadai. Berbicara tentang pembangunan sebagian besar berbicara tentang indikator-indikator ekonomi dan umumnya melupakan keberlangsungan lingkungan. Ada titik yang berseberangan antara ekonomi dan lingkungan. Padahal, roda pembangunan telah mengakibatkan tekanan dan kerusakan yang begitu besar terhadap lingkungan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
Pembangunan infrastruktur yang kurang ramah lingkungan, kegiatan eksplorasi sumber daya alam secara eksploitatif baik dilakukan oleh korporasi dan masyarakat, serta makin besarnya tingkat urbanisasi telah menimbulkan turunnya daya dukung (carrying capacity) dan pencemaran lingkungan yang berdampak luas. Akibatnya makin sering terjadi bencana banjir bandang, longsor, abrasi pantai, tercemarnya air sungai dan lain-lain.
Perubahan pola pikir dalam pembangunan menuntut adanya langkah awal berupa kesadaran akan pentingnya lingkungan terhadap keberlangsungan sebuah bangsa. Inilah yang disebut sebagai kesadaran ekologis. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang diberi kemauan dan kemampuan lebih di atas makhluk hidup lainnya memiliki tanggung jawab untuk dapat menjaga dan melestarikan lingkungan.
Bukannya tidak boleh untuk memanfaatkan potensi dan sumber daya alam yang ada, namun pemanfaatannya haruslah tetap menjaga keseimbangan ekosistem, daya dukung dan daya tampung lingkungan. Salah satu bentuk terganggunya keseimbangan ekosistem adalah fenomena hilangnya keanekaragaman hayati (loss of biodiversity) yang sudah banyak terjadi.
Langkah kedua adalah dengan kesadaran bahwa integrasi dan harmonisasi tiga pilar dalam SDGs adalah sebuah keniscayaan yang harus didukung oleh seluruh pihak. Tiga pilar tersebut merupakan sebuah langkah revolusioner untuk dapat menyeimbangkan lagi arah dan tujuan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tetap menjaga tatanan keadilan sosial dan mempertahankan kelestarian lingkungan adalah masa depan pembangunan bangsa-bangsa di dunia.
Tantangan Perencanaan dan Penganggaran
Tantangan kedua adalah tantangan pada tahap perencanaan dan penganggaran. Dokumen-dokumen perencanaan yang sudah ada di Provinsi Lampung seperti dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi/Kabupaten/Kota haruslah dapat terwarnai dengan indikator-indikator pembangunan berkelanjutan.Inilah bahasan yang sangat penting dalam kegiatan SDGs/TPB yang diadakan beberapa waktu tersebut.
Terlebih saat ini Provinsi/Kabupaten/Kota di Lampung sedang melakukan kajian, diskusi dan konsultasi publik dalam rangka penyusunan dokumen RPJMD masing-masing. Maka menjadi suatu keharusan bagi para perencana yang ada di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota untuk secara aktif melakukan telaah dan kajian yang mendalam agar arah dan tujuan pembangunan di Provinsi Lampung dapat terwarnai dengan indikator-indikator pembangunan berkelanjutan. Inilah tantangan yang tidak mudah namun sangat mungkin dilakukan. Perlu upaya kuat dan yang tidak kalah pentingnya adalah pelibatan berbagai pihak seperti organisasi kemasyarakatan, media, filantropi, pelaku usaha, akademisi, pakar dan lain-lain.
Tahap penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran merupakan tahap yang cukup krusial karena akan memiliki pengaruh yang luas terhadap berbagai sendi kehidupan di Provinsi Lampung.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. PP tersebut menegaskan tentang komitmen pemerintah untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam dokumen SDGs/TPB. Langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan penyelarasan terhadap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), terutama pada pencapaian sasaran-sasaran pembangunan periode tahun 2017 sampai dengan tahun 2019.
Selain itu, PP tersebut juga menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk melakukan penyelarasan terhadap dokumen perencanaan pembangunannya agar dapat selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Ketika dokumen perencanaan telah diselaraskan, maka yang juga harus menjadi perhatian adalah penyusunan dokumen penganggaran. Sejatinya tahap planning and budgetting haruslah in-line dalam satu sistem yang terintegrasi. Hal ini telah dilakukan oleh Bappeda Provinsi Lampung melalui aplikasi Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan Daerah (SIPPD).
Tentu esensinya bukan pada aplikasi, namun bagaimana perencanaan pembangunan berkelanjutan yang telah disusun sedemikian rupa mampu dituangkan dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD yang sustainable harus menjadi kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif.
Pada titik ini, peran penting kalangan legislatif menjadi krusial. Para wakil rakyat juga dituntut memiliki komitmen yang tidak kalah besarnya terhadap pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tantangan Pelaksanaan
Tantangan ketiga adalah tantangan pada tahap pelaksanaan. Sejatinya tantangan pada tahap ini akan lebih mudah ketika tantangan pada kedua tahap sebelumnya dapat teratasi dengan baik. Selain berbicara tentang integrasi dan harmonisasi Triple E, penerapan SDGs juga memerlukan dukungan kelembagaan.
Menariknya, jika dalam dokumen MDGs terdapat peran sentral negara (eksekutif dan legislatif) dalam penerapannya, dokumen SDGs melibatkan lebih banyak pihak, seperti organisasi kemasyarakatan, media, filantropi, pelaku usaha, akademisi, pakar dan lain sebagainya. Tampaknya pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan dokumen SDGs menyadari akan arti pentingnya upaya dari berbagai stakeholderdalam upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Menyerahkan persoalan ini kepada pemerintah saja adalah sebuah langkah yang kontraproduktif. Sehingga dengan keterlibatan berbagai stakeholder, selain didapatkan kesadaran bersama juga tujuan yang diharapkan dari pembangunan berkelanjutan akan lebih mudah tercapai.
Maka pertanyaan dan keraguan tentang masa depan penerapan SDGs/TPB dalam pembangunan di Provinsi Lampung akan sangat tergantung dari sejauh mana ketiga tantangan di atas dapat dijawab. Pada tataran yang lebih filosofis lagi, penerapan SDGs/TPB sesungguhnya adalah bagian dari upaya kita untuk membangkitkan kesadaran ekologis, sehingga kita dapat mewariskan lingkungan hidup dan ekosistem yang lestari kepada generasi yang akan datang.
Makna kesadaran ekologis ini akan kita dapati dalam sebuah kalimat dari laporan World Commission on Environmental and Development (Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan) pada tahun 1987 yang dikenal sebagai“The Brundtland Report” yang menyebutkan “Sustainable development is developmentthat meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs.” (WCDE, 1987).(*)