Oleh Ridho Setiawan
Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung, Aktivis UKM Bapinda
Dalam setiap kehidupan, pemuda adalah pemegang panjinya. Dalam setiap pemikiran, pemuda adalah roda kehidupan. Sungguh, tinta-tinta emas yang telah ditorehkan pahlawan-pahlawan ikut membuktikan, sejatinya pemuda mempunyai kekuatan yang berlipat-lipat. Sejatinya pemuda mempunyai karya yang seharusnya memikat.
Coba kita tengok, bagaimana masa muda pejuang kita? Apakah mereka senang menghabiskan waktu untuk berleha-leha? Apakah mereka senang menggunakan waktu hanya untuk kepentingan dirinya sendiri?
Tidak! Darah mereka mengalir dalam semangat Garuda Pancasila. Tulang-tulang mereka bersatu dengan Bhinneka Tunggal Ika. Hati mereka menjerit menuntut kemerdekaan. Lalu apa yang membuatmu tidak mengambil pelajaran darinya?
Tidakkah kita belajar ketika Sang Proklamator mengatakan “beri aku 10 pemuda niscaya akan aku guncangkan dunia, beri aku 1.000 orangtua niscaya akan aku cabut Semeru dari akarnya”.
Tidakkah kita mengambil pelajaran dari kata mutiara tersebut? Coba kita hitung. Ketika 1.000 dibagi dengan 10, berapa hasil yang didapatkan? Bukankah 100 orang itu termasuk dalam katagori publik atau masyarakat? Lalu, di mana letak semangat 100 orang di dirimu?
Masihkah kita mengingat sejarah, ketika Jenderal Soedirman memutuskan untuk ikut berperang meski dalam keadaan sakit parah? Bukankah jika di dalam dirinya terdapat rasa ego yang tinggi, ia lebih mementingkan istirahat dibandingkan berperang? Namun, tidak. Bagi Jenderal Soedirman, NKRI harga mati!
Sekarang, kita coba ulas potret pemuda saat ini. Degradasi telah melanda dimana-mana. Setiap napas mereka tidak bersatu lagi dengan kibaran bendera Merah-Putih. Setiap aksi mereka tidak lagi menunjukkan Bhinneka Tunggal Ika.
Coba kita tengok, sudah berapa banyak pemuda yang terjerumus dalam sesatnya narkoba? Coba kita tengok, sudah berapa banyak wanita yang harus memutuskan pendidikannya karena dirampas kehormatannya?
Coba kita lihat sudah berapa korban tawuran pelajar? Beribu-ribu pelajar saling adu “keberanian”. Lantas, di mana semangat Sumpah Pemuda dahulu?
Akankah semangat itu tergerus zaman? Jawabannya hanya satu, bangkitlah dari keterpurukanmu, bangkitlah dari keegosianmu. Kemudian kendalikan dirimu.
Selama kita berusaha untuk bangkit, pasti Sang Illahi akan membantu kita. Sekarang, yang menjadi PR kita adalah mulai dari mana kita akan bergerak dan untuk apa kita bergerak?
Semangatlah memperbaiki diri. Selamat Hari Sumpah Pemuda. Semoga keadaan pemuda kita semakin membaik. Wallahualam bissawab.(*)