BAGI saya, masa depan Kota sangat ditentukan oleh generasi muda. Setidaknya para mahasiswa dan juga para alumni yang selama ini sudah berkutat dengan isu-isu pergerakan memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan siapa yang layak untuk menjadi pemimpin atau menjadi wali kota di Bandar Lampung.
Kita tidak bisa lagi membiarkan kepemimpinan di Bandar Lampung mengalir begitu saja tanpa ada perdebatan terkait dengan kelayakan antara satu calon dengan calon lainnya. Dan perdebatan ini tentu saja harus perdebatan yang cerdas. Bukan perdebatan yang sifatnya personal tetapi berkaitan dengan visi misi dan juga ide serta langkah-langkah diterapkan untuk memperbaiki kota kita di masa yang akan datang.
Terus terang saja saya sangat mengkhawatirkan masa depan kota ini. Karena selama beberapa periode kepemimpinan, kita melihat bahwa setiap kepala daerah yang memimpin kota cenderung tidak memberikan perhatian besar pada kualitas hidup warga kota.
Tentu saja kalau dikatakan bahwa mereka membangun, ya mereka memang membangun sesuatu di kota kita. Tetapi pertanyaan berikutnya adalah apakah program pembangunan yang mereka lakukan memberikan dampak pada peningkatan kualitas hidup warga kota ataukah tidak?
Hal ini menjadi sulit untuk bisa dijawab sebab membutuhkan beberapa parameter untuk melakukan penilaian terkait dengan dampak pembangunan yang mereka lakukan di kota ini terhadap kualitas hidup warga kotanya.
Generasi muda harus memiliki sikap yang kritis terkait dengan kepemimpinan atau calon pemimpin yang akan muncul di kota kita. Kita beberapa waktu yang lalu sudah melewati masa pemilihan gubernur. Dan terus terang saja saya melihat bahwa dinamika intelektual yang muncul ketika pilgub itu dilaksanakan hampir tidak begitu terasa.
Teman-teman gerakan dan juga mahasiswa cenderung kalem dan mereka tidak membangun sikap kritis pada diri mereka sendiri dan juga tidak menularkan sikap kritis mereka kepada masyarakat. Mereka cenderung kalem dan seolah-olah memberikan ruang gerak yang besar pada siapapun yang akan menjadi gubernur pada saat itu untuk mencalonkan diri tanpa harus melewati sekat-sekat dialog dan dialektika intelektual yang dibangun secara kritis oleh para mahasiswa dan aktivis.
Untuk pemilihan wali kota ini, saya kira kita harus membangun barikade intelektual untuk melakukan filterisasi terhadap para calon yang memang dianggap layak atau tidak layak menjadi pemimpin di kota kita. Dan tentu saja ketika kita memilih para calon yang layak untuk maju menjadi calon wali kota di tempat kita ini harus dilihat dari sudut pandang kekitaan sebagai warga lokal dan juga kekitaan dalam skala yang lebih besar.
Karena interaksi wali kota di masa yang akan datang tidak cukup hanya berinteraksi dengan warga sekitarnya atau warga Kota Bandar Lampung yang menjadi pemilih mereka. Tetapi dia juga harus bisa berinteraksi dengan para pemimpin di level lainnya sehingga membuka cakrawala pengetahuan dan juga cakrawala ekonomi untuk memastikan bahwa perkembangan ekonomi di kotanya dan juga kemungkinan peningkatan kesejahteraan warganya bisa terjadi pada era kepemimpinannya yang hanya terbatas 5 atau 10 tahun.
Para mahasiswa dan para aktivis harus bisa membangun sikap kritis mereka terkait dengan kriteria wali kota masa depan yang dibutuhkan oleh kota ini. Bahkan logika ini sesungguhnya bukan hanya berlaku untuk pemilihan walikota di Bandar Lampung tetapi juga untuk pemilihan setiap kepala daerah yang ada di daerah kita.
Sikap kritis ini merupakan wujud dari kepedulian para aktivis dan mahasiswa terkait dengan kondisi yang sekarang ini sedang terjadi di daerah kita. Dan juga merupakan wujud dari kekawatiran kita tentang masa depan daerah kita yang kalau tidak dipimpin oleh pemimpin yang benar-benar memiliki kualifikasi baik dalam berbagai hal terutama komitmen dan pengetahuannya, maka daerah kita akan mengalami penurunan kualitas dan penurunan dalam berbagai kondisi.
Kekawatiran inilah yang membuat kita menjadi berhati-hati memilih siapa pemimpin yang layak untuk memimpin kita melewati masa depan yang penuh ketidakpastian itu. Dan sikap kritis Ini dan juga sikap kekhawatiran yang kita miliki harus kita tularkan kepada masyarakat yang ada di Lampung terutama di Bandar Lampung yang akan memasuki masa pemilihan wali kota agar mereka memiliki kehati-hatian dan kepedulian terkait dengan kriteria pemimpin yang dibutuhkan untuk membangun kota kita ini menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
Kalau sikap kritis Ini sudah bisa dibangun di masyarakat dan sudah berkembang di masyarakat, maka kita bisa pastikan bahwa kondisi kepemimpinan dimasa yang akan datang menjadi lebih baik.
Asalkan setiap partai memiliki kepedulian juga, terkait dengan kualitas yang dimiliki oleh setiap calon yang akan mereka usung. Karena bagaimanapun, jika partai tidak mendengarkan aspirasi masyarakat dan hanya memberikan calon-calon yang cocok menurut versi partai itu sendiri tanpa mengacu pada kriteria masa depan kota dan juga tantangan kota yang dirasakan oleh masyarakat maka masyarakat tidak akan mungkin mendapatkan calon yang qualified dan betul-betul memiliki kemampuan untuk memimpin kota ini.
Dan akhirnya karena tidak ada pilihan masyarakat pun memilih “yang ada saja”. Padahal “yang ada saja” itu belum tentu sesuai dengan kebutuhan masa depan kota.
Nah, hal yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini adalah bahwa para aktivis dan juga mahasiswa harus sesegera mungkin membangun sikap kritis dan kesadaran terhadap ruang dan waktu terkait dengan pemilihan wali kota di Bandar Lampung.
Para aktivis dan mahasiswa ini merupakan kaum intelektual yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan kecerdasan kepada warganya. Setiap mahasiswa dan aktivis harus bisa memastikan setiap warga kota memiliki kesadaran tentang kepemimpinan terutama yang berkaitan dengan pilkada yang sebentar lagi akan dilaksanakan di Bandar Lampung, agar setiap warga kota dapat memilih kepala daerah yang memang sesuai dengan kebutuhan kota di masa yang akan datang. Kebutuhan ini muncul menurut versi masyarakat dan menurut formulasi yang di analisis oleh para ahli.
Kalau para aktivis dan mahasiswa tidak bergerak maka masa depan kota kita ini tidak akan menarik. Kondisinya akan seperti ini saja dan perubahannya adalah perubahan yang lambat, dan secara bersamaan ketimpangan sosial dan juga ekonomi akan terus terjadi, dan berbagai macam persoalan yang saat ini sudah ada akan semakin kompleks di masa yang akan datang.
Akankah para mahasiswa dan aktivis memiliki kepedulian terkait dengan masa depan kota dan masa depan daerahnya? Semua sangat bergantung pada pengetahuan dan juga intelektualitas para mahasiswa dan aktivis yang ada di daerah ini.
Dan saya meyakini selama para mahasiswa dan aktivis memiliki kesadaran ruang dan waktu terkait dengan keberadaan mereka, maka perubahan yang lebih baik di masa yang akan datang akan terjadi di tangan para mahasiswa dan aktivis yang kritis serta intelektualis. []
(IB Ilham Malik adalah dosen pascasarjana di UBL)