Senin, Desember 16, 2024

Top Hari Ini

Terkini

OPINI: Problematika Kejahatan Anak

Ilustrasi. | Ist
Ilustrasi. | Ist

Oleh: Ahmad Irzal Fardiansyah

Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi FH Universitas Lampung

Kejahatan yang dilakukan oleh anak hingga kini terus terjadi. Beberapa hari lalu di Lampung, seorang anak tega membunuh anak lain karena sering mengolok-olok orang tuanya. Tentu hal ini sangat membuat terhenyak batin kita sebagai masyarakat yang tinggal di negara yang menjunjung tinggi kekeluargaan dan kekerabatan.

Secara naluriah pasti kita bertanya, bagaimana hal itu bisa terjadi. Inilah pekerjaan rumah yang berat hingga saat ini, karena peristiwa seperti ini terus saja terjadi, dengan sebab dan pola yang nyaris sama di setiap kejadiannya.

Sebagai salah satu bentuk tindak pidana, peristiwa di atas tentu memiliki konsekuensi pidana bila memang terdapat unsur kesalahan serta memenuhi syarat bertanggung jawab. Secara umum, ketentuan yang berlaku di indonesia  sudah spesifik untuk memberi koridor hukum bagi anak yang melakukan tindak pidana.

Di dalam pengaturan tersebut, bila pelaku tindak pidana adalah anak, maka sebaiknya tidak diberikan pidana yang bersifat membatasi kemerdekaan. Dengan landasan berpikir bahwa usia anak adalah usia tumbuh kembang yang masih memiliki harapan di masa depan. Sehingga pembatasan kemerdekaan hanya akan memberikan stigma negatif serta pengalaman yang buruk bagi masa depan anak.

Konsekuensi yang dapat diberikan pada anak adalah dipelihara oleh negara (direhabilitasi), atau dikembalikan pada orang tua, dan tetap dapat dijatuhkan pidana dengan persyaratan yang ketat. Ditambah lagi saat ini sudah dilengkapi dengan penerapan restorative justice bila didapati masalah hokum pada anak

Di dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a dan d UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa perlakuan bagi anak yang berkonflik dengan hukum haruslah manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, serta penjatuhan sanksi yang terbaik bagi kepentingan anak.

Pesan ini seharusnya dijadikan rambu oleh aparat penegak hukum dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum. Jangan sampai anak yang berkonflik dengan hukum mengalami trauma yang berkepanjangan akibat perlakuan yang keliru atas kesalahan yang mereka lakukan.

Tentu jika hal itu terjadi secara tidak langsung akan mengancam perkembangan bangsa secara keseluruhan, karena generasi yang diharapkan bagi kemajuan telah salah dalam memperlakukannya.

Hal inilah yang perlu diperhitungkan, jangan sampai anak pelaku tindak pidana dikemudian hari hilang pula harapan masa depannya.

Sebenarnya, anak yang berkonflik dengan hukum tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab orang tua sebagai pihak pertama yang  berada dalam lingkungan anak. Hubungan antara orang tua dan anak merupakan hubungan yang terharmonisasi dari hubungan emosional yang kuat atas dasar pertalian darah. Keadaan inilah yang menjadikan orang tua tidak bisa melepaskan dan dilepaskan tanggung jawab terhadap perilaku anaknya.

Maksudnya adalah bila anak melakukan kejahatan, maka tidak hanya si anak yang diberikan pidana ataupun tindakan. Tetapi aturan di dalam hukum positif indonesia saat ini tidak mengatur hal yang demikian. Anak sebagai pelaku tindak pidana harus bertanggung jawab secara personal, karena asas hukum pidananya mengatur bahwa siapa yang melakukan tindak pidana maka dialah yang bertanggung jawab.

Meskipun demikian, di dalam hukum pidana adat Indonesia, ada doktrin yang menyebutkan bahwa bila anak melakukan kejahatan/tindak pidana, maka orang tua atau ketua adat turut ikut bertanggung jawab, dengan kata lain, anak sebagai pribadi yang belum mandiri secara psikologis, tidak serta merta bertanggung jawab sendir atas apa yang dilakukannya. Ternyata hal ini tidak hanya disebutkan di dalam doktrin hukum adat Indonesia.

Di beberapa negara lain yang menganut sistem hukum common law, yang berbeda sistem hukumnya dengan Indonesia, juga menganut doktrin yang sama, yakni bila anak melakukan kejahatan/tindak pidana, kepala keluarga juga turut bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan oleh anak.  Beberapa tersebut seperti Amerika, Kanada, dan Inggris Raya. Tentu keadaan di atas memberi peluang, karena di dalam ketentuan perundang-undangan di indonesia juga memberi ruang untuk di akuinya hukum adat (hukum yang hidup di dalam masyarakat) sebagai ketentuan yang dapat saja diberlakukan.

Politik hukum nasional hendaknya harus berpijak pada moral agama dan mempersatukan seluruh unsur bangsa dengan semua ikatan primordialnya. Masyarakat indonesia yang sangat dekat kehidupannya dengan nilai-nilai agama serta memiliki aneka ragam adat istiadat tentunya memiliki sumber daya yang banyak untuk dikembangkan dalam pembangunan hukum nasional. Karena sesungguhnya kita harus lebih menghargai hukum yang ada di dalam masyarakat Indonesia sendiri.

Hal inilah yang dapat menjadi dasar bila ingin orang tua sebagai pihak yang masih harus bertanggung jawab terhadap anak, ikut pula dimintakan pertanggungjawaban nya secara pidana atas kejahatan yang dilakukan oleh anak. Cara ini bisa saja lebih efektif untuk menekan kejahatan yang dilakukan oleh anak, karena orang tua akan menjadi lebih perhatian, menjaga lebih baik, dan lebih memperhatikan setiap sisi tumbuh kembang anak.

Tanggung Jawab Pemerintah

Bukan hal yang mustahil apa yang terjadi dengan maraknya kejahatan oleh anak, ada peran pemerintah di dalamnya. Sebut saja tentang regulasi. Bila dikaitkan dengan beberapa peristiwa anak melakukan kejahatan, sering kali disebabkan karena saling olok (bullying).

Hal ini tidak serta muncul pada diri anak, namun ada yang memberi pengaruh. Salah satunya adalah tayangan televisi. Banyak tayangan televisi, baik sinetron ataupun acara-acara hiburan yang menyontohkan ucapan atau tindakan yang mengejek orang lain. Tentu bila anak-anak berulang kali menyaksikannya, maka akan terbentuk pola kebiasaan yang sama pada diri anak.

Pemerintah harusnya lebih tegas, karena sebetulnya sudah menyadari bahwa hal yang demikian dapat memberi dampak buruk pada perkembangan masyarakat, khususnya anak. Regulasi terhadap tayangan televisi harus lebih tegas dan jangan banyak toleransi terhadap hal-hal yang demikian. Semoga dengan kepedulian semua pihak, kejahatan oleh anak dapat ditekan hingga tidak terjadi lagi.

Populer Minggu Ini