Kamis, Desember 19, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Opini Syafarudin: Menelisik Kawasan Bandarnegara

Syafarudin. | Dokumentasi

Alhamdulillah, Maret 2020 ini Provinsi Lampung genap berusia 56 tahun. UU No 4/1964 ber tanggal 18 /Maret 1964 menjadi penanda Lampung pisah dari Sumatera Selatan dan berdiri sendiri. 

Sebagai upaya evaluasi dan responsi, maka kita bisa adakan survei kecil dengan bertanya kepada warga Provinsi Sai Bumi Ruwa Jurai ini. “Apa harapan anda terhadap kinerja Gubernur dan DPRD di usia ke-56 ini?”.

Tentu jawabannya beragam: ada yang berharap pemenuhan kebutuhan dasar terjamin. Sekolah-kuliah dan berobat bisa gratis, jalan beraspal mulus, listrik menyala merata di provinsi ujung selatan Sumatera ini.

Ada yang berharap mudahnya memperoleh pekerjaan dan berwirausaha. Ada yang berharap Lampung benar-benar unggul dan memiliki daya saing di tingkat sumatera dan nasional.

Harapan dan keinginan itu memang tuntutan atas substansi kampanye yang pernah mereka (cagub dan caleg) sampaikan kala kampanye di pilgub 2018 dan pemilu 2019.

Komoditas janji-janji kampanye yang sah-sah saja sebagai konsekuensi kontestasi gagasan dan tekad dalam pilkada dan pemilu atau momentum berkala rotasi elite. Kita tentu sepakat janji, harapan dan tuntutan tersebut baik semua dan semoga bisa diwujudkan bersama kelak.

Tapi bagi saya selaku peneliti politik lokal dan otonomi daerah, yang prioritas sekarang dan mendatang adalah melanjutkan Pembangunan Kawasan Kotabaru Bandarnegara.

Sembilan Alasan Pendorong
Setidaknya ada sembilan alasan yang menyebabkan kebijakan perpindahan kantor Pemda Provinsi Lampung dari Tanjungkarang-Teluk Betung ke Kawasan Kotabaru Bandarnegara di kecamatan Jati Agung Lampung Selatan ini penting diwujudkan dan dilanjutkan bersama.

Pertama, program yang digagas era Gubernur SjachroedinZP ini sudah dikaji dan disepakati Pemprov dan DPRD Lampung yang dituangkan dalam Perda Provinsi Lampung No 2 Tahun 2013 tentang Pembangunan Kotabaru Lampung.

Kedua, pembangunan Kotabaru Lampung merupakan prioritas daerah yang harus diselesaikan Pemda dan DPRD Lampung secara berkesinambungan sesuai dengan tahapan pembangunan yang ditetapkan dalam rencana pembangunan daerah (amanah Pasal 11 dan Pasal 12 Perda 2/2013).

Ketiga, sudah miliaran (bahkan total mendekati triliunan rupiah) dana pembangunan yang diinvestasikan sejak APBD 2010. Tentu masyarakat dan penerus pembangunan (terutama elite baru, investor, developer, pegawai, dan generasi muda) ingin melihat dan mengapesiasi progres pembangunan tersebut sebagai inspirasi model kesinambungan pembangunan.

Bahkan anggota DPRD dan Gubernur Sumsel sempat “kecele” akan melakukan studi banding ke Lampung karena baru pada Desember 2013 anggota DPRD Sumsel usul agar kantor Gubernur Sumsel sekarang pindah ke lokasi baru di kawasan Jakabaring dengan alasan kawasan lama sudah tidak layak lagi karena seiring pertambahan jumlah penduduk, kendaraan dan perumahan yang padat (lihat: “Alex Nurdin Setuju Kantor Gubernur dan DPRD Sumsel Pindah ke Jakabaring ”; www.republika.co.id, 2 Januari 2014).

Keempat, bahwa perkembangan kota Bandar Lampung sebagai pusat perdagangan, pendidikan, rekreasi, dan pusat pemerintahan Provinsi Lampung saat ini sudah sangat padat yang diakibatkan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan jumlah kendaraan bermotor sehingga perlu dilakukan upaya-upaya mengurangi beban kota Bandar Lampung dengan berbagai cara, termasuk memindahkan pusat perkantoran pemerintahan provinsi Lampung serta instansi vertikal.

Kelima, pembangunan Kawasan “Lampung City Superblock” yang berupa komplek terpadu hotel, rumah sakit, supermarket, venue, dan restoran di seputaran Teluk Betung kelak menambah sesak dan kemacetan baru.

Keenam, pembangunan (awal Kotabaru, kantor gubernur, DPRD, masjid, rumah sakit, kantor polisi, dan kampus Itera), serta adanya progres pembangunan jalan tol Lampung oleh pemerintah pusat telah mendorong pengembangan alami lima wilayah kecamatan peri-peri (kecamatan Natar, Jati Agung, Tanjung Bintang, Merbau Mataram, dan Tanjung Sari) sebagai kawasan penyangga dan mitra kota Bandar Lampung.

Bahkan warga lima kecamatan tersebut kini ingin mengajukan Proposal Persiapan Kabupaten Bandar Lampung, dengan pusat pemerintahan di kecamatan Jati Agung. Mereka pun meminta pencadangan lahan kantor pemerintahan di dalam 1.400 ha kawasan Bandarnegara yang berada dalam kuasa Pemprov Lampung.

Ketujuh, kampus negeri dan swasta yang ada di Bandar Lampung yang dapat jatah tanah kampus 2 di Kawasan Bandarnegara, masing-masing (Unila, Polinela, UIN, Teknokrat, UBL, dll) siap membuat rencana pembangunan yang siap diimplementasikan bertahap mana kala pembangunan kompleks pusat perkantoran pemda, forkompimda dan instansi vertikal mulai berjalan kembali.

Kedelapan, riset serius bertahun-tahun berbentuk disertasi yang dilakukan Maulana Mukhlis (2011-2018), menyimpulkan dan merekomendasikan sesuatu yang penting: “Berharap bahwa pembangunan infrastruktur kantor instansi vertikal dan lembaga dari biaya APBD Lampung justru akan membuat masa depan kebijakan ini semakin tidak benderang.

Oleh karena itu dalam konteks keberlanjutan kebijakan maka semua pihak (lembaga/instansi) yang sudah memperoleh lahan di Bandarnegara agar duduk bersama memantapkan dan mengimplementasikan rencana secara bertahap.

Jangan Ngambang dan Hilang
Kesembilan, menjaga transparansi, akuntabilitas dan kontinuitas kebijakan pembangunan di Lampung amatlah penting. Jangan sampai kebijakan ini ngambang, hilang, dan lenyap bak ditelan bumi.

Contohnya di era 1999-2004 sempat muncul kebijakan proyek “rumah dinas anggota DPRD Lampung” kerjasama DPRD, Pemda, dan Pengembang dengan alasan menghemat anggaran akomodasi, biaya sewa tahunan rumah anggota DPRD bisa diwujudkan menjadi aset pemda kelak.

Sayang beribu sayang. Maaf, sampai sekarang publik tidak tahu dimana lokasi perumahan itu, bagaimana bentuk rumah dinas, wujud tanah, dan status aset tersebut sekarang (?). Berapa miliar uang APBD Lampung yang sudah dihabiskan (?)

Akhirnya kita berharap elite dan pemimpin baru di Lampung termasuk kita semua bisa meneladani kepemimpinan PM Goh Tjok Tong yang konsisten berkomitmen melanjutkan dan meningkatkan pembangunan kota Singapura warisan (legacy) dari kepemimpinan PM Lee Kuan Yew.

Hasilnya bisa kita saksikan Singapura menjadi begitu maju dan indah.

Menjawab media Goh pernah berkata: “Setiap pemimpin sejatinya berupaya memberikan yang terbaik bagi rakyat, tugas pemimpin baru adalah melanjutkan dan meningkatkan warisan pembangunan. Apalagi blue print pembangunan sudah ada. Pemimpin harus bisa melepaskan diri dari sikap egois dan keinginan untuk tampil asal berbeda karena itu bisa merugikan rakyat.Soal pembiayaan itu bisa dicari bersama.”

Semoga kepemimpinan di Lampung bisa kompak menjalankan estafeta pembangunan. Dirgahayu Lampung yang ke-56. Maju dan Jayalah. Tabiik puun.

(Penulis adalah dosen ilmu pemerintahan FISIP Unila)

Populer Minggu Ini