Jejamo.com, Bandar Lampung – Insan film menilai, pemenang lelang pembuatan film oariwisata yang digelar Dinas Pariwisata Lampung dengan nilai pagu paket Rp3 miliar, yaitu PT Rehadira Reka Cipta (RRC), tidak berkompeten.
Pasalnya, PT RRC diketahui belum pernah membuat film. Perusahaan asal Jakarta itu juga pernah ditolak Provinsi DKI Jakarta dalam lelang pembuatan Film Dokumenter Gedung Juang 45 karena tenaga ahli yang dimiliki tidak memenuhi syarat standar dokumen pengadaan
Keterangan tersebut diungkap Hermansyah GA (54), Ketua Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) Lampung, kepada jejamo.com Minggu, 29/20/2017. Menurut Herman, jika PT RRC tidak berpengalaman, masyarakat Lampung tentu dapat menerka bagaimana kualitas film yang dihasilkan.
“Saya tidak mau suuzan, tapi masyarakat Lampung bisa menerka bagaimana kualitas film itu nantinya, perusahaan itu pernah ditolak karena tenaga ahlinya tidak memenuhi syarat standar dokumen pengadaan saat mengikuti lelang film dokumenter gedung juang 45 di Jakarta. Salah satu contoh, ijazah sutradaranya saja disebutkan D3 Akuntansi, lalu tenaga lainnya tidak bersertifikasi ini, bagaimana mau dibilang berkompeten,” jelasnya.
Heman mengajak seluruh sineas Lampung kritis mengenai projek film yang menggunakan dana fantastis dari APBD Lampung ini.
“Jangan kita dibodohi oleh kesan tenaga ibu kota yang pandai dan ahli, padahal nol besar. Banyak contoh, mereka sering menipu melalui penjaringan bakat dan kerja sama film layar lebar, tapi hasilnya kosong, jangan sampai uang rakyat hilang percuma tanpa memperoleh hasil yang sesuai,” ujarnya.
Penelusuran melalui laman LPSE Provinsi Lampung, PT Rehadira Reka Cipta ditetapkan sebagai pemenang tender dengan nilai penawaran Rp1.901.817.500. Penawaran tersebut hanya turun Rp97 juta, kurang 10 persen dari nilai HPS sebesar Rp1.999.112.500.
Sementara, Dede Safara (40), anggota Komite Film Dewan Kesenian Lampung (DKL), meminta PT RRC serius menangani pembuatan Film Pariwisata tersebut. Alumnus penyutradaraan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu menekankan input yang sesuai dengan anggaran yang tergolong besar.
Ia berharap hasil final yang diperoleh setidaknya menyamai pencapaian Film Cinta Ku Di Way Kambas, yang pernah digarap sineas nasional bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi masa Gubernur Poedjono Pranyoto.
“Saat film Cintaku di Way Kambas diputar di layar lebar, pariwisata Lampung booming. Nyaris setiap orang di Indonesia kenal nama Way Kambas sebagai pusat pelatihan gajah sekaligus taman wisata. Film itu sangat bagus dibuktikan dengan perolehan Piala Citra. Untuk projek ini saya tekankan harus digarap serius. Kalapun tidak menyamai pencapaian film sebelumnya, ya setidaknya ada input. Bahkan mesti memberikan pendapatan untuk sektor parawisata Lampung,” kata Dede melalui sambungan telepon kepada jejamo.com malam ini.(*)
Laporan Arif, Wartawan Jejamo.com