Jejamo.com, Mesir – Pemerintah Mesir mewajibkan seluruh masjid di wilayahnya membacakan khutbah yang sama yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama setempat saat pelaksanaan salat Jumat.
Pemerintah Mesir berdalih, penyamaan khutban tersebut untuk mencegah ajakan kebencian dan ekstimisme. Keputusan yang dibuat pada Selasa waktu setempat ini memicu protes dari banyak ulama Mesir.
“Tidak ada yang tidak setuju dalam rapat  dan semua pejabat menerima instruksi baru dan ceramah yang telah ditulis dan sama tanpa adanya insiden,” kata wakil menteri provinsi Qalyubiya, Sabry Dowaidar, dikutip dari Reuters, Rabu, 13/7/2016.
“Menteri sendiri [Mohamed Gomaa] yang akan memulai dan menyampaikan ceramah yang telah ditulis sebelumnya Jumat depan,” lanjut dia.
Ceramah itu nantinya akan ditulis oleh para ulama senior dari Al-Azhar, lembaga pengajaran Islam yang berusia lebih dari 1.000 tahun. Anggota parlemen, sosiolog dan psikolog juga akan berkontribusi dalam ceramah tersebut.
Namun keputusan ini memicu keresahan di kalangan beberapa pejabat pemerintah. Para ulama juga marah atas keputusan itu. Menurut mereka, tindakan itu hanya akan membuat para penceramah muda yang berbakat tidak bersinar. Selain itu, tiap daerah memiliki masalah dan kepentingan sendiri, sehingga ceramahnya tidak bisa disamakan.
“Semuanya di Mesir, setiap kota atau desa, punya kondisi sendiri. Sebuah desa mungkin punya masalah pencurian, jadi ceramahnya harus soal pencurian. Di tempat lain punya masalah pembunuhan, dan harus disampaikan masalah itu,” kata Abdelsalam Mahmoud, imam di masjid selatan kota Luxor.(*)