Jejamo.com, Lampung Utara – Pemerintah Kabupaten Lampung Utara menindak lanjuti permasalahan yang dihadapai petani setempat terkait dengan semakin anjloknya harga singkong yang diserap oleh pabrik sagu atau tapioka di kabupaten setempat.
Dalam pertemuan dengan perusahaan pembuat tapioka di Lampung Utara, Sekretasi Dareah Samsir, mengatakan, rendahnya harga singkong mengakibatkan banyak petani di Lampura mengeluh.
“Saya menanyakan tiga pertanyaan, pertama kenapa harga singkong bisa turun, yang kedua bagaimana cara mengantisipasinya dan apa opsi ke depannya. Karena pak Bupati Agung Ilmu Mangkunegara sangat peduli dengan masyarakatnya. Sehingga saat ada keluhan kita harus carikan solusi,” ujar Samsir usai menggelar rapat.
Samsir mengatakan ternyata untuk produksi singkong saat ini melebihi dari kebutuhan yang ada karena panen rayanya berbarengan. Ditambah adanya impor sagu dari Thailand dan Vietnam yang masuk ke Indonesia, sehingga menyebabkan perusahaan tidak bisa membeli singkong dengan harga tinggi.
“Kenapa Pemerintah Pusat harus mengimpor sagu dari luar. Sedangkan Lampung ini adalah produk terbesar di Indonesia penghasil sagu untuk konsumsi singkong. Masuknnya sagu itulah yang mempengaruhi harga singkong, karena harga sagu dari Vietnam dan Thailand lebih murah dibandingkan sagu kita,” kata Samsir.
Untuk solusinya lanjut Samsir, pihaknya bersama Dinas Pertanian dan Peternakan agar melakukan penyuluhan, agar petani singkong menanam jangan berbarengan. Harus selang satu bulan atau dua bulan, sehingga panennya tidak bareng. Karena kapasitas pabrik untuk menampung singkong terbatas.
“Pihak perusahaan Tapioka juga berharap kepada pemerintah agar pemerintah jangan mengimpor sagu. Kalau tidak ada impor sagu permintaan banyak kan harganya naik, petani tidak rugi,” tutur Samsir.
Samsir menambahkan pemkab Lampura juga sangat mendukung Gubernur Lampung Ridho Ficardo yang menyurati Presiden Joko Widodo agar tidak mengimpor sagu dari luar.
Saya sangat mendukung Pak Gubernur. Kenapa Pemerintah Pusat harus mengimpor sagu dari luar. Ini ada apa? Sagu kita jadi tidak laku dan masyarakat khususnya para petani terkena imbasnya,”pungasnya.(*)
Laporan Buhairi Aidi dan Lia, Wartawan Jejamo.com