Jakarta, Jejamo.com – Pemerintah menegaskan tidak akan meminta maaf terhadap korban tragedi pembantaian anggota maupun simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965. Upaya rekonsiliasi akan lebih difokuskan untuk menyelesaikan sejarah kelam bangsa ini.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia Luhut Binsar Panjaitan. “Kalau seperti rekonsiliasi yang di Afrika itu kan harus membongkar masa lalu terlebih dahulu dulu,” kata Luhut di kompleks Istana Kepresidenan, Rabu, 30/9/2015.
Untuk itu, menurut Luhut perlu dicari format rekonsiliasi yang tepat dan sesuai dengan kondisi terkini Indonesia. “Jika semua direkonsiliasi, nanti sampai kejadian Westerling juga minta rekonsiliasi.” ujarnya, seperti dikutif dari halaman Tempo.co.
Diakui Luhut, proses rekonsiliasi merupakan hal yang tak mudah. Apalagi kebanyakan pelaku sejarah sudah meninggal dunia. Yang perlu dilakukan saat ini adalah menjaga agar anak dan cucu mereka tak terkena beban sejarah.
Selain peristiwa penumpasan anggota dan simpatisan PKI pada 1965, masih ada sejumlah kasus pelanggaran HAM berat yang belum menemui titik terang, antara lain peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Lampung 1989, kasus orang hilang 1997-1998, kasus Trisakti 12 Mei 1998, kasus kerusuhan Mei 13-15 Mei 1998, serta kasus Semanggi 1 dan 2.
Untuk membuat format rekonsiliasi tersebut, Presiden Joko Widodo sudah membentuk tim rekonsiliasi guna menyelesaikan sejumlah dugaan pelanggaran HAM tersebut. Namun sejumlah pihak terus mendesak agar pemerintah meminta maaf.
Hal Senada di ungkapkan Cendikiawan Muslim Indonesia, Ahmad Syafi’i Maarif. Meski penting unutk melakukan rekonsiliasi, namun ia mengingatkan jangan sampai rekonsiliasi menghilangkan peran PKI. “Kita jangan menafikan peran PKI seakan-akan PKI tidak bersalah, itu bohong besar,” ujarnya.
Mantan Ketua PP Muhammadiyah ini mengatakan rekonsiliasi korban peristiwa 1965 adalah rekonsiliasi untuk mengembalikan hak-hak yang diterima keluarga, anak, dan cucu korban sebagai warga negara Indonesia.(*)