Jejamo.com, Kota Metro – Pemerintah Kota Metro melalui Dinas Tata Kota dan Pariwisata (Distakopar) mengajak komunitas dan pengusaha swasta ikut berpartisipasi memelihara taman-taman yang ada di Kota Metro.
Sekretaris Distakopar Metro I Nyoman Suarsana, mengatakan, keterlibatan pihak lain dalam pengelolaan taman di Kota Metro dapat membantu memaksimalkan fungsi taman sebagai fasilitas masyarakat umum.
Nyoman mencontohkan, seperti halnya Taman Ki Hajar Dewantara yang saat ini telah dikelola oleh Komunitas Cangkir Hijau Metro. Bila dilihat dari efisiensi pengelolaan serta untung atau rugi. Menurutnya jauh lebih efektif dan menguntungkan bagi pemerintah bila Taman Ki Hajar Dewantara dikelola oleh Komunitas Cangkir.
“Kenapa saya katakan demikian? Karena kita tidak perlu lagi merawat dan mengelola itu (Taman Ki Hajar Dewantara) dan mengeluarkan uang dari APBD,” jelasnya kepada jejamo.com, Rabu, 30/3/2016.
Selama komunitas cangkir memakai taman itu sebagai tempat untuk kegiatan mereka. Menurut Nyoman, maka mereka berkepentingan juga untuk merawat kebersihan taman dan lain sebagainya.
“Sejak ada MoU pemanfaatan oleh Komunitas Cangkir, taman menjadi lebih bersih walaupun secara teknisnya ada satu orang kami di sana yang mengawasi pengelolaan taman itu. Dan untuk semua perawatan tidak ada dana APBD yang dianggarkan,” jelasnya.
Untuk itu, ia berharap ada komunitas atau pengusaha swasta yang mau mengelola taman-taman lainnya di Kota Metro seperti halnya Komunitas Cangkir Hijau. Nyoman menyebut, dari sebanyak 33 jumlah taman yang ada di Kota Metro. Baru ada satu taman yang dikelola oleh komunitas dan beberapa taman oleh pihak swasta.
“Saya ingin ada pengelola yang mau mengelola taman-taman Metro. Baik itu dari pengusaha maupun komunitas yang mau bersama-sama mengelola taman,” harapnya.
Menurut Nyoman, meskipun sudah ada beberapa pihak swasta yang telah menjalin MoU pengelolaan taman. Namun rata-rata dari mereka hanya sebatas mengelola diawal saja. Sedangkan untuk perawatan selanjutnya Distakopar lah yang mengurusnya.
“Seperti Taman Gajah. Waktu itu kita tawarkan dengan UM untuk mengelola itu, ternyata setelah kita berikan ruang di sana. UM hanya sekedar memasang plang dan setelah terpasang seterusnya hanya dibiarkan saja. Akhirnya kita kembali yang mengelolanya saat ini,” ungkapnya.
Selain itu, hal serupa juga terjadi pada lokasi taman di pojok rumah sakit Umum Ahmad Yani yang juga sudah MoU dengan BNI Metro. Namun, menurutnya BNI pun hanya sanggup ngecat towernya saja. “Setelah towernya dicat, pihak BNI mengatakan yang bawahnya silahkan Tata Kota yang mengelola. Akhirnya kami kembalilah yang mengelolanya,” keluhnya.
Karena sebab itu, Nyoman juga menginginkan adanya komunitas-komunitas yang mau mengelola taman. “Kami dari Distakopar yang dalam hal ini adalah sebagai pengelola taman, kami punya space nih. Jadi misalnya sekarang ada komunitas yang mau. Silahkan pelihara,” imbaunya.
Nyoman juga menjelaskan bahwa pengelolaan taman tersebut tetaplah memiliki batasan. Batasannya hanya diperbolehkan menggunakan tanpa mengurangi keaslian dari apa yang ada di taman tersebut. Baik itu jumlah tanaman maupun fasilitas yang ada. “Kalaupun bisa, jumlah pohon yang ada ditambah. Namun penanaman pohon juga tetap harus melihat segi keindahan. Sehingga jenis pohon dan lokasi penataannya harus sesuai dengan kriteria dari lokasi yang ada ditaman,” pungkasnya.(*)
Laporan Wahyu, Wartawan Jejamo.com