Jejamo.com – Seorang mantan anggota ISIS Harry Sarfo menceritakan pengalamannya selama bergabung sebagai kelompok teror itu di Suriah. Melalui kisahnya, Sarfo ingin memperingatkan kaum muda lainnya agar jangan mudah terbuai ajaran Islam versi ISIS.
Sarfo menyebut ISIS dengan nama Arab, yakni Daesh. Sekarang ia mengaku telah memahami realitas sebenarnya di balik propaganda agama dari organisasi teroris yang berbasis di Raqqa, Suriah itu.
Dalam sebuah wawancara yang dirilis The Independent, Selasa, 3/5/2016, melalui kuasa hukumnya, pria kelahiran Jerman itu menekankan bahwa ISIS telah tersesat.
“Ini bukan jalan menuju firdaus (surga); ini adalah jalan menuju neraka,” katanya tentang ISIS yang dikenalnya sejak ia bergabung menjadi militan kelompok itu pada April 2015 lalu.
Sebelumnya, mantan tukang pos ini mengaku dipengaruhi video-video yang menampilkan penerimaan anggota baru ISIS untuk membantu rakyat Suriah akibat kekerasan senjata rezim Presiden Bashar al-Assad.
Namun, setelah ia resmi menjadi anggota ISIS dan menggengam senjata, situasi nyata segera menjadi jelas. “Ketika mereka berbicara dalam video mereka memengang senjata, rasanya seperti mereka sedang memanggil Anda. Kenyataannya bohong belakang,” katanya.
“Setelah itu, Anda akan menyadarinya, tetapi sangat terlambat untuk kembali. Mereka tahu Anda tidak bisa pergi,” ujarnya.
Sarfo dilatih sebagai pejuang untuk pasukan khusus ISIS. Bahkan ia pernah muncul dalam sebuah video propaganda sebelum memutuskan ia tidak mau menjadi bagian organisasi laknat itu.
Apa yang ia saksikan adalah kekerasan yang jauh dari kemanusiaan. Militan merajam, melakukan pemenggalan, dan kekerasan lainnya terhadap warga sipil tidak bersalah. “Saya sampai pada kesimpulan bahwa ini bukan jalan ke surga, itu adalah jalan menuju neraka,” kata Sarfo.
“Saya tahu bahwa jika saya meninggal di sana, saya tidak akan pernah bisa mendekati gerbang surga. Alih-alih membebaskan rakyat Suriah dan menolong mereka, ISIS malahan membangun rezim (kejahatan) yang lain,” katanya.
Ia mengirim pesan kepada kaum Muslimin agar mempertimbangkan rencana untuk bergabung dengan “gerombolan penjahat” ISIS itu. Beberapa bulan setelah bergabung dengan ISIS, ia berpikir untuk melarikan diri dari pusat kekhalifahan di Raqqa.
Ia mencari jalan pelarian menuju Jerman hingga akhirnya ditangkap pada Juli lalu. Ia kini sedang menunggu pengadilan atas sangkaan teror.(*)
Kompas.com