Jejamo.com, Bandar Lampung – Pengamat kebijakan publik dari Universitas Lampung (Unila) Dedy Hermawan, meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Transparan, soal kenaikan iuran.
“Harus ada keterbukaan dari pengelola BPJS, seperti bukti transparansi, akuntabilitas. Sehingga tiap kenaikan tentu bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya saat diwawancarai Jejamo.com, Kamis, 17/3/2016.
Menurut Ketua Jurusan Administrasi Publik, FISIP Unila ini, penolakan yang terjadi dari masyarakat merupakan bentuk adanya harapan dari mereka kepada BPJS.
“Kenaikan iuran harus diikuti dengan pelayanan kesehatan yang prima untuk konsumen. Adanya penolakan tentu menjadi sebuah evaluasi, apakah pelayanannya belum maksimal,” jelasnya.
Lebih lanjut menurut Dedy, dalam masyarakat yang berada dalam kondisi ekonomi belum stabil penolakan seperti itu pasti akan terjadi. Apalagi jika ada pengaduan saat pelayanan di fasilitas kesehatan tidak berjalan dengan baik.
“Yang menjadi tantangan terbesar adalah akses layanan ini bisa prima atau tidak untuk memuaskan masyarakat. Tidak ada keterlantaran dalam pelayanan kesehatan, penolakan berobat,” imbuhnya.
Ia menambahkan, BPJS juga melakukan evaluasi kemitraan dengan rumah sakit. BPJS juga harus bisa membangun atau bekerja sama dengan pihak rumah sakit yang menggunakan BPJS.
“Untuk rumah sakit yang tidak sepenuhnya mendukung pelayanan ya harus dievaluasi. Mitra harus mendukung penuh dengan kualitas terbaik,” pungkasnya.(*)
Laporan Sigit Sopandi, Wartawan Jejamo.com