Berita Bandar Lampung, Jejamo.com – Langit masih terlihat gelap. Suara azan berkumandang. Panggilan itu terdengar hingga Jalan Pancasila, Kelurahan Sumberejo, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung.
Suara azan bagi Khomariah adalah alarm untuk bangun tidur dan menjalankan aktivitasnya. Usai salat subuh, Khomariah mulai sibuk meramu beras, kencur, kunyit, asem jawa, jahe, dan bahan lainnya untuk ia jadikan jamu.
Teringat saat pertama kali ia membuat jamu. Khomariah diajarkan cara membuat jamu dengan kakak iparnya yang telah lebih dahulu berjualan. Tidak mudah memang awalnya. Khomariah melakukan beberapa kesalahan saat meramu jamunya. “Pernah terlalu banyak memasukkan asem jawa ke dalam air rebusan kunyit sehingga rasanya tidak keruan. Tapi saya belajar dari kesalahan. Sekarang saya mahir meramu jamu sendiri,” kata dia kepada jejamo.com beberapa hari lalu.
Khomariah sudah 21 tahun berjualan jamu. Awalnya, ia ingin membantu sang suami yang menjual mi tektek dan nasi goreng keliling setiap malamnya. Kebutuhan ekonomi yang meningkat dan biaya sekolah anak yang mahal, membuatnya berusaha. Ia memutuskan berjualan jamu.
Karena berjualan jamu dan bersuku Jawa, Khomariah lebih dikenal dengan panggilan Bude Jamu atau Bude saja.
Khomariah berjalan sambil menggendong bakul di punggungnya dengan diikatkan dengan sebuah kain panjang yang ia lingkarkan miring antara pundak kanan dan ketiak sebelah kiri. Di tangan kanan ada ember kecil berwarna hitam yang berisi air dan gelas.
Walaupun berjalan sambil membawa bawaan yang berat di punggung, Khomariah tetap tegap. Seolah-olah tidak membawa beban apa pun. Tak kenal lelah walau cuaca panas, gang demi gang perumahan ditelusurinya dengan berjalan kaki.
Alas kakinya hanya sandal jepit. Ia memanggil para calon pembeli. “Jamuuuuu, jamuuuuu.”
Sudah tak terhitung berapa jarak ia berjalan menjual jamunya. Khomariah berjualan dua kali dalam sehari. Pertama pagi hari dari pukul 06.30-08.30. Ia kemudian pulang, beristirahat, dan meramu kembali jamunya dan berangkat lagi pukul 13.00-17.00. Sesi keduanya ini di tempat yang berbeda.
Di balik perjuangannya dalam berjualan jamu, terselip doa agar anak-anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang tinggi dan masa depan yang baik. Dan itu terbukti.
Khomariah memiliki tiga anak: Puguh, Siti, dan Arif. Puguh menyelesaikan kuliahnya di salah satu universitas di Yogyakarta dan kini bekerja di Kementerian Kesehatan. Siti kuliah di Fakultas Syariah IAIN Raden Intan. Arif masih bersekolah di SDN 2 Sumberejo, Kemiling.
Biaya studi anak-anak tidak sepenuhnya ditanggung Khomariah dan suami. Anak-anak Khomariah cukup berprestasi sehingga mendapat beasiswa. Meski sang anak kini bekerja di Kementerian Kesehatan, Khomariah masih menjajakan jamu kepada pelanggan setianya. Jamuuu, jamuuuu….(*)
Laporan Dzakiah Azizah Luthfiyana, kontributor jejamo.com, Portal Berita Lampung Terbaru Terpercaya