Jejamo.com, Bandar Lampung – “Gajah mati meninggalkan gading, sedangkan manusia mati meninggalkan karya. Saya ini manusia banyak berdosa, mungkin dengan menulis maka di situ akan banyak pikiran-pikiran saya yang akan abadi dan bermanfaat.”
Mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) ini bukanlah mahasiswa yang biasa. Bagaimana tidak, kini ia telah mampu menerbitkan empat novel hasil karya jemarinya.
Penulis yang memiliki nama lengkap Ayub Kumalla ini memang gemar sekali menulis sejak SMP. Ia mengaku, awalnya hanyalah iseng-iseng karena sering kali melihat diary ibunya di rumah, dari iseng-iseng tersebut mulailah menjadi hobi untuk mengisi waktu kosong.
“Saya susah mengungkapkan sesuatu secara lisan, jadi dengan menulis saya bisa berkata, menyapa, dan menuangkan segala pikiran saya,” ujar pemuda berdarah Sunda itu kepada jejamo.com, Sabtu, 29/10/2016.
Berangkat dari motivasi tersebut, Ia akhirnya mampu menghasilkan empat buah novel. Di samping itu, ia juga telah banyak memenangkan event–event cipta puisi. Keempat buah novel tersebut berjudul Nyanyian Hari, Muhasabah Cinta, Kisah Singkat Teruntuk Cinta yang Panjang, dan yang baru-baru ini adalah Mujahid Cinta. Keempat novel tersebut diproduksi dengan dicetak sendiri (indie).
Ayub menceritakan, di novel pertamanya Nyanyian Hari ia mendapatkan dukungan penuh dari guru Bahasa Indonesia di SMA, Herlina, agar novel tersebut berisi kata-kata puitis. Sedangkan di novel yang terakhir Mujahid Cinta di dalamnya berisi tentang teman istimewanya di kampus.
Novel yang dijual Rp18 ribu-Rp25 ribu ini telah terjual sekitar 50 eksemplar. Keuntungan hasil penjualannya, ia gunakan untuk keperluan kuliah, uang jajan, dan sisanya ditabung.
Pemuda asal Lampung Tengah ini juga mengungkapkan impiannya untuk tahun 2017.
“Saya dan beberapa kawan penulis lainnya punya pemikiran untuk mengeluarkan jenis puisi kontemporer baru yaitu puisi typografi visual,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Puisi daerah ini semakin banyak, bahkan berserakan seperti sampah, makanya saya dan beberapa penyair di daerah Jawa berinisiatif menggabungkan unsur seni dan unsur puisi ke dalam typografi visual agar puisi-puisi itu memiliki nilai keindahan saat dilihat”.
Kendati disibukkan dengan kegiatan menulis dan organisasi di kampus, pemilik nama pena “Sang Awan” ini ia juga memiliki nilai akademik yang cukup baik. Dengan malu-malu, ia mengungkapkan IP-nya di semester I 3,19 dan semester II yaitu 3, 52.
Di sisi lain, Ia juga gemar sekali membaca buku, karena dengan membaca akan banyak ilmu dan inisiatif baru yang bisa dituangkan dan disampaikan melalui tulisan.
Ayub mengimbau kepada para generasi muda agar menggunakan waktu sebaik mungkin dengan hal-hal yang positif.
“Jangan habiskan waktu untuk hal-hal yang tidak perlu, gunakan media-media seperti BBM, Facebook untuk menulis sesuatu yang bermanfaat serta menginspirasi banyak orang,” katanya.
Walau rasa bosan kerap menghampiri, ia selalu mengingat kembali motto hidupnya yakni “Take action miracle happen, but no action nothing happen”. Ketika seseorang tidak bertindak maka tidak akan terjadi apa-apa, namun ketika ketika kita bertindak maka sesuatu itu akan terjadi bahkan keajaiban sekalipun.(*)
Laporan Kartika Indria Sari, Kontributor Jejamo.com